Kamis 25 Mar 2021 04:39 WIB

Pemerintah Diminta Berlakukan Safeguards Impor Barang Jadi

Tanpa kebijakan perlindungan, barang jadi impor akan mematikan industri konveksi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menyelesaikan pembuatan masker di industri konveksi Rumah Kita Production di kawasan Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (5/11). Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI) meminta pemerintah untuk menerbitkan kebijakan safeguards impor barang jadi garmen.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja menyelesaikan pembuatan masker di industri konveksi Rumah Kita Production di kawasan Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (5/11). Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI) meminta pemerintah untuk menerbitkan kebijakan safeguards impor barang jadi garmen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI) meminta pemerintah untuk menerbitkan kebijakan safeguards impor barang jadi garmen. Kebijakan safeguards yang baru berlaku untuk bahan baku impor saja dinilai dapat membunuh industri kecil menengah (IKM) Indonesia.

"Pemerintah harus bertindak cepat, untuk menerbitkan kebijakan safeguards barang jadi impor, agar situasi saat ini tidak dijadikan sebagai celah oleh segelintir pihak yang memanfaatkan keadaan,"ujar Sekjen APIKMI, Widia Erlangga, dalam keterangan tertulis, Rabu (24/3).

Widia menjelaskan, pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) alias safeguards terhadap impor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada November 2019 berimbas kepada kelangkaan bahan baku impor di pasar domestik. Sementara kapasitas produksi dari para industri tekstil lokal saat ini menurun secara signifikan dan tidak dapat memenuhi permintaan di pasar domestik.

"Selajutnya hal kedua yang menyulitkan bagi IKM garmen adalah gempuran barang jadi impor dari China dan Thailand yang saat ini sangat banyak sekali dan amatlah mudah didapatkan di pasar domestik," kata dia.

Dia mengungkapkan, sejauh ini para pelaku IKM garmen merasa produk mereka tidak dapat bersaing dengan barang jadi impor yang belum di kenakan bea masuk tambahan seperti bahan baku impor. Kemudian, banyak pula pihak yang beralih untuk mengimpor produk barang jadi karena dinilai lebih mudah dan ekonomis dibandingkan dengan memproduksi di dalam negeri sendiri.

Dia mengambil contoh jumlah impor kerudung dari tahun 2017 hingga 2019. Pada 2017 pihaknya mencatat ada sebesar 84,1 juta potong, dan pada tahun 2018 menjadi 125,2 juta potong. Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya meningkat menjadi 105,6 juta potong.

"Dalam tiga tahun terakhir terjadi pengingkatan nilai impor barang jadi berupa kerudung tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa safeguard untuk barang jadi garmen harus segera direalisasikan," jelas dia.

Dia melihat bahan baku yang diberlakukan bea masuk pengamanan akan tetapi barang jadi garmen impor tidak diberlakukan secara bisnis akan lebih menguntungkan impor barang jadi. Hal tersebut, kata dia, dapat membunuh industri IKM garmen.

"Secara bisnis akan lebih menguntungkan impor barang jadi dan secara langsung dapat membunuh industri IKM garmen," jelas dia.

Dia berharap, proses produksi pelaku IKM garmen atau konveksi kembali stabil dan harga jual yang ditawarkan ke konsumen tetap kompetitif. Kebijakan safeguards untuk barang jadi impor garmen ia nilai dapat meringankan para pelaku IKM sektor konveksi atapun garmen.

"Dan barang barang produksi lokal baik dari para pelaku IKM ataupun industri dalam negeri dapat menjadi primadona di pasar domestik negerinya sendiri," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement