Kamis 25 Mar 2021 02:53 WIB

Kenaikan Angka Pernikahan Dini tak Berkaitan dengan Pandemi

Sebelum pandemi, angka pernikahan dini sudah meningkat 100 persen.

Seorang pengantin wanita memakai masker sebelum melaksanakan akad pernikahan di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (19/4). Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Jawa Tengah menyatakan kenaikan angka pernikahan dini tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA / raisan al farisi
Seorang pengantin wanita memakai masker sebelum melaksanakan akad pernikahan di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (19/4). Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Jawa Tengah menyatakan kenaikan angka pernikahan dini tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Jawa Tengah menyatakan kenaikan angka pernikahan dini tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, kasusnya sudah meningkat.

"Dari riset yang dilakukan di beberapa provinsi, kasus pernikahan di bawah umur ini sudah cukup lama dan merebak, pandemi atau tidak itu tidak signifikan pengaruhnya," kata Direktur LPPSP Provinsi Jawa Tengah Indra Kertati pada kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Media tentang Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) dan Konvensi Hak Anak (HKA) melalui daring di Solo, Rabu (24/3).

Ia mengatakan sebelum pandemi Covid-19 kasus perkawinan di bawah umur ini sudah mengalami kenaikan. Bahkan, dikatakannya, angka kenaikannya tersebut cukup fantastis, yaitu mendekati dua kali lipat atau hampir 100 persen.

Berdasarkan data, di Jawa Tengah angka pernikahan di bawah umur tertinggi terjadi di Kabupaten Banjarnegara, yaitu pada Tahun 2019 dispensasi nikah yang masuk ke kantor urusan agama (KUA) 433 kasus. 

Sementara untuk di Kota Surakarta, berdasarkan data pada tahun yang sama dispensasi nikah diberikan kepada 70 pasang. Angka ini meningkat dibandingkan dengan Tahun 2018 sebanyak 43 pengajuan dispensasi nikah. 

Oleh karena itu, untuk mengendalikan angka tersebut perlu adanya peran dari media. "Peran media sangat penting, bagaimana mengubah berita negatif menjadi positif, yang penting adalah bagaimana mengedukasi dan tidak mengeksploitasi anak-anak," katanya.

Selain itu, dikatakannya, basis utama adalah keluarga. Ia menilai saat ini religiusitas di dalam keluarga tidak lagi erat karena kesibukan masing-masing keluarga.

"Ini bukan juga karena kemajuan teknologi, tetapi bagaimana setiap anggota keluarga bisa saling menguatkan dan mendukung," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Perlindungan Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPPA PM) Kota Surakarta Reni Andri mengatakan pernikahan dini bisa jadi karena kondisi ekonomi keluarga. 

Terkait hal tersebut, menurut dia, perlu adanya kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengurangi kasus pernikahan anak usia dini. Apalagi anak merupakan aset bangsa yang seharusnya bisa terus bekreasimenjadi pribadi yang baik, dan berguna bagi masyarakat."Oleh karena itu, perlu diberikan pendampingan dari orang tua," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement