Rabu 24 Mar 2021 20:01 WIB

'Kongres HMI XXXI Momentum Penyatuan Organisasi' 

HMI mengalami degradasi signifikan baik dari aspek pergerakan maupun perkaderan.

Kongres HMI Ke-31 di Surabaya, menjadi momentum refleksi atas kausal terjadinya kemunduran HMI.
Foto: Istimewa
Kongres HMI Ke-31 di Surabaya, menjadi momentum refleksi atas kausal terjadinya kemunduran HMI.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan tertua di Indonesia yang lahir dua tahun setelah Kemerdekaan tepatnya 1947, telah berkontribusi dalam melahirkan SDM yang unggul di berbagai bidang profesi dan mencetak pemimpin-pemimpin umat dan bangsa. 

Namun, dalam beberapa periode kepengurusan--dalam lima tahun terakhir-- sering terjadi perpecahan atau dualisme kepengurusan. Tentu saja, hal ini mempengaruhi kinerja pengkaderan organisasi. 

"Hari ini, di umur yang ke-74, HMI mengalami degradasi cukup signifikan baik dari aspek pergerakan maupun perkaderan," kata M Nur Aris Shoim, Ketua Bidang Kewirausahaan dan UMKM PB HMI dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (24/3).

Hal itu, kata dia, tidak lepas dari dominasi conflict of interest (konflik kepentingan) yang mengganggu dan mengancam jalannya proses perkaderan. Sehingga, berujung pada keroposnya kondisi internal dan tidak mampu merespon kondisi eksternal sebagai solutor problematika keumatan dan kebangsaan. 

Padahal, tegas dia, HMI memiliki tujuan luhur (pasal 4 AD HMI) untuk mengembangkan dan memajukan kehidupan masyarakat, negara dan bangsa. "Seharusnya, di momentum Kongres HMI Ke-31 di Surabaya, menjadi momentum refleksi atas kausal terjadinya kemunduran HMI yang kita cintai untuk mendorong perbaikan-perbaikan organisasi secara internal dan berperan aktif di eksternal kedepannya," ujarnya. 

Namun faktanya hari ini, ungkap Aris, di Kongres HMI Ke-31 telah terjadi kebuntuan niatan baik untuk memikirkan kebaikan organisasi yang ada dan tidak ada usaha-usaha mengutamakan kepentingan dan kebutuhan organisasi, yang ada malah meningkatkan eskalasi konflik di internal dengan like and dislike (suka dan tidak suka) pada personal atau kelompok tertentu. 

Sebab itu, tegas dia, dalam rangka iktiar mengembalikan khitoh perjuangan HMI yang diawali lagi di Kongres HMI Ke-31, maka kita semua harus bersama-sama berpikir jernih dan mewujudkan enam hal ini sebagai berikut: 1. Penyatuan HMI dengan menghadirkan demisioner PJ Ketua Umum PB HMI Arya Kharisma dan PJ Ketua Umum PB HMI Abdul Muis Amiruddin di forum Kongres HMI Ke-31.

2. Menghilangkan sekat-sekat atau pengkotak-kotakan dalam momentum Kongres HMI Ke-31 dengan rembuk bareng antar para kandidat Ketua Umum PB HMI yang jumlahnya 26 dan dihadiri juga oleh 204 Cabang Se-Indonesia.

3. Menghadirkan Badan Kordinasi (BADKO) Se-Indonesia, Badan Pengelola Latihan (BPL), Lembaga Pengembangan Keprofesian (LPP), Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dalam forum Kongres HMI Ke-31. Bagaimanapun BADKO dan Badan-Badan Khusus adalah penopang pergerakan dan perkaderan HMI yang harus dihargai dan juga bertanggungjawab untuk kemajuan HMI.

4. Pasca-Kongres HMI Ke-31, tidak ada lagi dualisme atau perpecahan dalam tubuh HMI dan kembali fokus pada peningkatan kualitas perkaderan.

5. Menghasilkan nahkoda atau Ketua Umum PB HMI yang benar-benar mampu menjadi pemimpin bagi semua, bukan hanya kelompok tertentu, dan itu hasil pertimbangan dan keputusan cabang-cabang yang berangkat dari rasionalitas perkaderan dan pergerakan HMI ke depannya.   

6. Jika poin-poin diatas tidak terpenuhi maka Kongres HMI Ke-31 di Surabaya tidak selesai dan/atau tuntas. 

"Mari kita undang semua unsur pimpinan HMI baik berbeda pendapat maupun yang masih berada di luar Surabaya agar hadir bersama merumuskan 'Penyatuan Hati dan Jiwa Organisasi'," ujar Nur Aris Shoim yang juga kandidat kuat dari Jogyakarta. Hadir sejumlah tokoh HMI yaitu Taufan Tuarita (Sekjen PB HMI), dan Hasan Basri Baso (Kandidat Kuat dari Makassar).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement