Rabu 24 Mar 2021 16:51 WIB

DPR Cecar PPATK Soal Pemblokiran Rekening FPI

PPATK membekukan 92 rekening yang terafiliasi dengan Front Pembela Islam (FPI). 

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi III Fraksi PPP Arsul Sani
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Komisi III Fraksi PPP Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK), Rabu (24/3). Dalam rapat tersebut Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyoroti sikap PPATK yang dengan bersemangat membekukan 92 rekening yang terafiliasi dengan Front Pembela Islam (FPI). 

"Saya tidak tahu persis apakah ini sebuah kewajiban hukum atau karena ini ikut ikutan saja, karena FPI ini kelompok yang katakanlah secara positioning politiknya berseberangan dengan pemerintah, maka kemudian PPATK sebagai bagian dari atau lembaga yang ada dalam rumpun kekuasaan pemerintahan juga ikut merasa perlu ikut ikutan untuk mendisclose banyak hal terkai FPI," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu  (24/3). 

Arsul kemudian membandingkan langkah PPATK pada kasus Jiwasraya dan Asabri. Seharusnya langkah yang sama juga perlu dilakukan PPATK terkait kasus seperti Jiwasraya, dan Asabri yang dinilai merugikan keuangan negara. 

"Saya tidak tahu apakah pada Jiwasraya dan Asabri banyak tersangkut juga dengan yang ada di pemerintahan atau yang pernah ada di pemerintahan atau bahkan yang ada di dunia politik," tuturnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman juga mempertanyakan pemblokiran rekening FPI oleh PPATK. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, pasal 2, 3, 4 ,5 dan pasal 44 ayat 1, disebutkan bahwa objek TPPU adalah hasil tindak pidana atau yang diduga sebagai hasil tindak pidana.

"Saya ingin tahu relevansinya apa? Karena informasi yang saya serap itu ada rekening pribadi-pribadi orang, keluarga yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan organisasi itu, tidak ada di akta dan lain sebagainya. Ada menantu, ada anak, dan kalau kita baca undang-undang ormas juga, ormas yang dibekukan bukan berarti dana milik ormas itu otomatis menjadi hasil kejahatan, enggak ada ketentuan itu, sehingga relevansinya apa penyitaan?" " ucapnya.

Selain itu, Habiburokhman memandang perlu agar PPATK kemudian, membuka blokir tersebut. Menurutnya, rekening-rekening yang dibekukan tersebut menyangkut kebutuhan pribadi orang-orang tersebut. 

"Saya pikir bijak kalau memang nggak ada ini sudah berapa bulan ya nggak ada masalah ya dibuka saja, karena itu rekening-rekening pribadi yang menyangkut kebutuhan pribadi orang-orang tersebut. Kasihan sekali sama seperti kita, misalnya dana kita hanya ada di rekening terebut malah dibekukan tentu kesulitan dalam memenuhi kebutuhan," ucapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement