Selasa 23 Mar 2021 14:36 WIB

Peringkat Utang, Sri Mulyani: Indonesia Masih Tetap Waspada

Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada peringkat BBB (investment grade).

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merespons positif peringkat yang diberikan Lembaga pemeringkat internasional, Fitch, mempertahankan peringkat utang Indonesia atau sovereign credit rating pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah tetap mewaspadai terhadap berbagai hal yang digarisbawahi oleh Fitch. “Namun kita juga memiliki beberapa area yang perlu yaitu dari sisi ketergantungan terhadap external financing, menjadi catatan,” ujarnya saat konferensi pers APBN KITA secara virtual, Selasa (23/3).

Baca Juga

Menurutnya peringkat utang yang mampu bertahan tersebut termasuk hal yang membanggakan. Saat ini, beberapa negara justru mengalami penurunan peringkat

“Jadi kalau kita lihat perbandingan di 124 (negara) dan 133, Indonesia masih posisi stabil dan rating-nya tidak di downgrade, merupakan pencapaian yang patut kita syukuri. Meskipun kita harus tetap waspada dan terus memperbaiki faktor-faktor struktural yang disampaikan rating tersebut,” ungkapnya.

Ke depan Sri Mulyani berharap, peringkat yang diberikan lembaga pemeringkat tersebut dapat memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia, sehingga mampu mendorong pemulihan ekonomi terjadi di tahun ini.

“Kita berharap dengan recovery akan memberikan dampak dari APBN dan kebijakan makro, yang menjadi pondasi bagi pemulihan ekonomi,” ucapnya.

Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia atau sovereign credit rating pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil. Fitch menilai faktor kunci yang mendorong afirmasi peringkat Indonesia adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik serta beban utang pemerintah yang rendah, meskipun meningkat.

Pada sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Indonesia diantaranya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal yang masih tinggi, penerimaan pemerintah yang rendah, serta perkembangan sisi struktural seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara lain dengan peringkat yang sama.

Dalam asesmennya, Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih bertahap mencapai 5,3 persen pada 2021 dan enam persen pada 2022, setelah terkontraksi 2,1 persen pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Pemulihan ekonomi tersebut didorong oleh stimulus pemerintah dan ekspor yang juga didukung perbaikan harga komoditas.

Selain itu, momentum pertumbuhan ekonomi juga akan didukung oleh pembangunan infrastruktur. Pemulihan akan bergantung pada penanganan penyebaran Covid-19 khususnya melalui percepatan vaksinasi.

Dalam jangka menengah, Fitch memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh implementasi Undang Undang Cipta Kerja yang bertujuan untuk menghapus berbagai hambatan investasi. Fitch juga mencatat pembentukan Indonesia Investment Authority sebagai langkah untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan.

Fitch juga memperkirakan defisit fiskal akan sedikit menurun menjadi 5,6 persen pada 2021 dari 6,1 persen pada 2020, sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah. Pada 2021, belanja pemerintah tetap difokuskan pada upaya untuk mengurangi dampak krisis kesehatan.

Hal tersebut tercermin pada peningkatan alokasi belanja kesehatan dan bantuan untuk rumah tangga dan sektor usaha menjadi 4,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2021 dari 3,8 persen pada 2020. Pemerintah sendiri berkomitmen untuk memenuhi batas atas defisit fiskal 3 persen pada 2023.

Dari sisi penerimaan, Fitch memperkirakan rasio penerimaan pemerintah akan membaik secara gradual menjadi 12,3 persen dan 12,8 persen dari PDB pada 2021 dan 2022 seiring pemulihan ekonomi, setelah mencatat rasio sebesar 12,1 persen pada 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement