Senin 22 Mar 2021 20:05 WIB

PDHMI Dorong Pemakaian Obat Modern Asli Indonesia di JKN

OMAI dapat digunakan sebagai substitusi atau komplementer penanganan penyakit

Para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan proses ekstraksi saat uji laboratorium penemuan obat herbal untuk penyembuhan COVID-19 dan penghambatan pertumbuhan virus corona di Pusat Penelitian Kimia LIPI di Banten, Indonesia pada Jumat 8 Mei 2020.
Foto: Anadolu/Eko Siswono Toyudho
Para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan proses ekstraksi saat uji laboratorium penemuan obat herbal untuk penyembuhan COVID-19 dan penghambatan pertumbuhan virus corona di Pusat Penelitian Kimia LIPI di Banten, Indonesia pada Jumat 8 Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) telah terbukti secara praklinis maupun klinis untuk penanganan ataupun terapi penyakit. Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Dokter Herbal Medik Indonesia (PIT PDHMI) 2021, para saintis dan juga praktisi kesehatan sepakat bahwa OMAI dapat digunakan untuk pengobatan pasien.

"Di beberapa negara itu mereka (dokter) memiliki kewenangan untuk meresepkan obat herbal, contohnya di Korea Selatan ada 15,26 persen dokter meresepkan obat herbal, kemudian di Cina 12,63 persen, di Taiwan 9,69 persen, yang paling tinggi adalah di Jerman, lebih dari 50 persen dari para dokter di Jerman sudah terlatih dan boleh menuliskan obat herbal dalam terapi. Otomatis obat herbal itu masuk dalam semacam JKN di sana," ujar Molecular Pharmacologist Dr Raymond Tjandrawinata dalam webinar PIT

PDHMI 2021.

Menurut Raymond, PT Dexa Medica telah banyak mengembangkan OMAI berbasis molekuler. Dia juga mengatakan, khasiat OMAI tidak kalah dengan obat berbasis kimiawi.

"OMAI yang secara definisi diterima adalah sediaan obat bahan alam berupa ekstrak atau fraksi tanaman yang tumbuh di Indonesia, tanaman asli Indonesia atau tanaman yang pernah ditulis dalam buku-buku herbal Indonesia, di mana riset penemuannya dilakukan di Indonesia serta mempunyai data mekanisme kerja yang jelas, diproduksi secara farmasetika modern dan telah memperoleh status sebagai Obat Herbal Terstandar atau Fitofarmaka," ujarnya.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik PT Dexa Medica menjelaskan beberapa OMAI yang telah teruji mampu menjadi substitusi obatobatan kimia yang bahan bakunya masih banyak diimpor di Indonesia. OMAI itu di antaranya Redacid yang dikembangkan dari kayu manis (Cinamommum Burmanii), terbukti mampu mengobati gangguan asam lambung.

Kemudian OMAI yang juga dikembangkan dari kayu manis dan dikombinasikan dengan tanaman bunggur (Lagerstroemia) adalah Inlacin, teruji klinis mampu menurunkan HbA1C bagi diabetesi. Ada pula HerbaPAIN yang dikembangkan dari tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), teruji mampu mengurangi rasa nyeri.

Raymond berpendapat, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat hingga 30 persen jika menggunakan OMAI. Selain itu, pengembangan OMAI juga dapat membantu perekonomian petani Indonesia.

Senada dengan Raymond, salah satu pengurus PDHMI dr Rimenda Sitepu menyatakan

OMAI dapat menjadi substitusi penanganan penyakit. Pengembangan obat

bahan alam menjadi OHT maupun Fitofarmaka merupakan upaya pembuktian ilmiah.

"Obat Modern Asli Indonesia dapat digunakan sebagai substitusi atau komplementer dalam

penanganan atau terapi pada kondisi suatu penyakit, diperlukan banyak penelitian obat bahan alam, dapat menjadi pertimbangan bagi dokter untuk digunakan dalam usaha untuk pengobatan pasien berbasis Evidence Base Medicine," ujar Rimenda.

Sementara itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) terus mendukung uji klinis bahan alam Indonesia yang terbukti secara empiris untuk menjadi OMAI. "Kami sepakat produk OMAI harus didukung pemanfaatannya dan kami komitmen mendukung hilirisasi obat bahan alam. Kami terus berupaya mendukung obat bahan alam Indonesia untuk jadi OMAI dan masuk dalam program kesehatan nasional," ujar Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, dr Reri Indriani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement