Jumat 26 Mar 2021 00:10 WIB

Haji Belum Pasti, Perlukah Membatalkan Pendaftaran?

Antrean haji semakin panjang akibat dampak covid-19.

Jamaah haji wukuf di Arafah selama pandemi Covid-19.
Foto: google.com
Jamaah haji wukuf di Arafah selama pandemi Covid-19.

Oleh : Muhammad Hafil*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menunaikan ibadah haji menjadi impian hampir seluruh umat Islam. Ini karena ibadah haji termasuk dalam rukun Islam meskipun ada kategori bagi yang mampu melaksanakannya.

Karena ada kategori bagi yang mampu itulah, melaksanakan ibadah haji membutuhkan perjuangan. Tidak hanya perjuangan berupa memenuhi kemampuan finansial untuk membayar biaya perjalanan haji, tetapi juga memiliki kemampuan kesempatan.

Pandemi covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya sudah barang tentu akan berdampak pada penyelenggaraan haji. Baik pelaksanaan haji di dalam negeri Arab Saudi sendiri selaku tuan rumah maupun bagi penyelenggara haji di luar Arab Saudi, termasuk Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui, covid-19 membuat penyelenggaraan ibadah haji berubah. Tahun lalu, Haji hanya dilaksanakan bagi warga yang tinggal di Arab Saudi. Tidak ada kesempatan sama sekali yang diberikan oleh Arab Saudi kepada jamaah dari negara-negara Islam lainnya. Ini bertujuan untuk mencegah penyebaran covid-19.

Hanya ada 10 ribu jamaah haji yang diizinkan menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima itu. Padahal setiap tahun, biasanya jumlah jamaah haji hampir 3 juta orang dari seluruh negara di dunia.

Baca juga : Benarkah Membaca Tiga Ayat Al-Kahfi Terjaga dari Dajjal?

Di Indonesia sendiri, pada tahun 2020 lalu ada 221 calon jamaah haji yang gagal diberangkatkan. Ini karena pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan pembatalan keberangkatan itu, dua bulan sebelum hari wukuf di Arafah. Pembatalan dilakukan karena hingga satu bulan menjelang keberangkatan jamaah haji, Arab Saudi tidak kunjung memberi kepastian soal ibadah haji pada 202o. Arab Saudi baru mengeluarkan larangan haji bagi jamaah lain satu bulan kemudiannya.

Sementara hingga Maret 2021, belum ada tanda-tanda dari Arab Saudi soal status penyelenggaraan ibadah haji 2021 dari Arab Saudi. Tentu saja, di tengah ketidakpastian ini muncul beberapa prediksi. Di antaranya adalah potensi pengurangan kuota jamaah haji pada 2021.

Hal ini diungkapkan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah. Prediksi ini berdasarkan hasil pengamatan KJRI ketika Arab Saudi membuka kembali umroh setelah sempat ditutup karena Covid-19. "Terdapat indikasi kuat bagi jamaah asal Indonesia akan ada pengurangan kuota 50 persen," kata Konsul Haji Endang Jumali beberapa waktu lalu.

Hal ini tentu berdampak pada porsi antren haji di dalam negeri. Dengan pembatalan haji tahun 2020 saja, sudah 221 ribu orang yang tidak berangkat haji.

Artinya, 221 ribu orang ini hajinya tentu diundur setahun. Dan, ini berentet akan berdampak pada antrean haji tahun berikutnya. Dan, rata-rata antrean nasional jamaah haji adalah 17 tahun.

Kemudian, muncul wacana karena semakin panjangnya antrean haji, maka dibatalkan saja pendaftaraannya dan diambil uang pendaftarannya yang sebesar Rp 25 juta yang disimpan di rekening pemerintah. Karena, berpikiran percuma mendaftar haji kalau tak pasti keberangkatannya.

Perlukah itu?

Menurut hemat penulis, membatalkan pendaftaran haji tidak perlu. Karena, selain akan mengulang antrean kita lagi, juga kita tidak bisa memberikan kesempatan kepada ahli waris kita untuk menggantikan kita jika sampai akhir hayat kita tak juga berangkat.

Penulis mengacu pada Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 130 Tahun 2020. Keputusan ini mengatur tentang Pelimpahan Nomor Porsi Jemaah Haji Meninggal Dunia atau Sakit Permanen.

Baca juga : Beredar Info 5 Personel TNI Tewas di Nduga, Ini Bantahannya

Keputusan ini sebagai petunjuk pelaksanaan dari UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pasal 6 ayat (1) huruf k, yang menyatakan bahwa pelimpahan nomor porsi jemaah haji karena meninggal dunia atau sakit permanen dapat diberikan kepada ahli waris yang telah ditunjuk dengan surat kuasa.

Sedangkan untuk ketentuan jemaah haji yang meninggal dunia, yakni meninggal setelah tanggal 29 April 2019 (di mana saat UU Nomor 8 Tahun 2019 diundangkan) atau meninggal sebelum berangkat ke Tanah Suci (Arab Saudi) dari bandara embarkasi.

Dan selain itu, bagi jamaah yang juga masih belum ada kepastian berangkat tidak pagi, jangan terlalu larut dalam kesedihan . Insya Allah, niat haji kita sudah sampai dan kita mendapatkan pahala.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, disebutkan “Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.”

Sementara,Sa’id bin Al Musayyib, seorang ulama yang termasuk golongan tabi'in berkata, “Barangsiapa bertekad melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah atau berjihad, lantas ia terhalangi melakukannya, maka Allah akan mencatat apa yang ia niatkan.”

*) Penulis adalah jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement