Senin 22 Mar 2021 04:15 WIB

Ketua MUI Jelaskan Fatwa AstraZeneca yang Haram tapi Boleh

MUI mengeluarkan fatwa AstraZeneca haram meski boleh digunakan

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menjelaskan tentang latarbelakang keluarnya fatwa MUI soal AstraZeneca
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menjelaskan tentang latarbelakang keluarnya fatwa MUI soal AstraZeneca

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis menjelaskan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan vaksin Covid-19 AstraZeneca karena dalam produksinya menggunakan pemanfaatan unsur babi. Tapi, vaksin tersebut boleh digunakan dalam kondisi tertentu.  

"Banyak yang tanya soal hukum vaksin AstraZeneca, kok haram tapi boleh? Itulah istilah fiqih Islam bahwa halal itu beda dengan istilah boleh," ujar Kiai Cholil dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (21/3).  

Baca Juga

Menurut dia, kalau status hukumnya halal berarti secara ketentuan syariat tidak ada unsur yang diharamkan sama sekali. Sementara, jika statusnya boleh, itu belum tentu halal tapi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan kadar tertentu dan tempo yang dibutuhkan. 

Sementara ini, juga ada perbedaan hasil yang cukup signifikan terkait dengan hasil kajian satus hukum vaksin buatan Universitas Oxford Inggris ini. 

Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vaksin astraZeneca hukumnya haram tapi boleh untuk beberapa alasan, sedangkan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan hukumnya halal dan suci.  

"Soal ada yang berpendapat mengatakan vaksin astraZeneca halal dan tak mengandung babi, mungkin metode dan pemeriksaannya berbeda dengan yang dipedomani MUI. Bagi MUI setiap produk yang ada babi dan turunannnya juga yang menggunakan tubuh manusia maka hukumnya haram. Ini lebih karena menggunakan metode kehati-hatian (ihtiathan) Imam Syafi’i," jelas Kiai Cholil. 

Dia menjelaskan, MUI menyatakan haram karena memang vaksin astraZeneca itu pembuatan inang virusnya menggunakan tripsin dari pankreas babi. Menurut dia, dokumen itu sudah cukup untuk tidak meneruskan audit lapangan. 

"Sehingga memutuskan itu vaksin astraZeneca hukumnya haram. Tapi dalam kondisi terbatasnya vaksin Sinovac hanya dapat memenuhi 28,6 persen dari kebutuhan dosis Indonesia, maka astraZeneca boleh untuk memenuhi kekurangannya selama belum ada vaksin yang halal," kata Kiai Cholil.  

"Makanya MUI meminta pemerintah mengupayakan yang halal utamanya bagi masyarakat Muslim," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini.   

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement