Ahad 21 Mar 2021 15:07 WIB

Nadiem: Pendidikan Pancasila harus Lebih dari Hafalan

Ini yang membuat nilai dan gagasan mulia dari Pancasila tidak mampu diinternalisasi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: A.Syalaby Ichsan
Mendikbud Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3). Rapat kerja tersebut membahas persiapan pembukaan pembelajaran tatap muka sekolah dibulan Juli 2021, Persiapan vaksinasi guru, murid dan mahasiswa, persiapan pelaksanaan asesmen nasional dan pelaksanaan PPDB dan penerimaan mahasiswa baru tahun 2021.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Mendikbud Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3). Rapat kerja tersebut membahas persiapan pembukaan pembelajaran tatap muka sekolah dibulan Juli 2021, Persiapan vaksinasi guru, murid dan mahasiswa, persiapan pelaksanaan asesmen nasional dan pelaksanaan PPDB dan penerimaan mahasiswa baru tahun 2021.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyambut baik hasil survei Indikator Politik Indonesia yang mengungkap 98 persen responden anak muda menginginkan pendidikan moral pancasila (PMP) atau pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) diajarkan di sekolah.

Nadiem menilai survei menunjukan generasi muda saat ini menyadari pentingnya memahami nilai pancasila dalam pendidikan, khususnya sejak jenjang pendidikan dasar. Namun demikian, Nadiem menilai pengajaran Pancasila di sekolah tidak hanya sebatas menghafal butir-butir Pancasila.

 

"Sehingga kita menginginkan pendidikan pancasila yang lebih dari hafalan butir butir sila. Sebab pada kenyataannya pendidikan pancasila di sekolah yang selama ini kita terima cenderung berjarak dari kemudian sehari hari di masa sekarang dan masa depan," kata Nadiem di acara Survei Indikator Politik Indonesia bertajuk 'Suara Anak Muda tentang Isu Sosial Politik Bangsa', Ahad (21/3).

 

Nadiem mengatakan hal ini yang membuat nilai dan gagasan mulia dari Pancasila tidak mampu diinternalisasi oleh generasi muda. Karena itu, Kemendibud kata Nadiem, berupaya menjembatani jarak antara pendidikan pancasila dan kehidupan sehari hari maupun masa depan usai menyelesaikan pendidikan.

 

Kemendikbud berupaya menerapkan konsep profil pelajar pancasila yang di bawah program merdeka belajar Kemendibud saat ini. Nadiem menjelaskan, ada enam komponen dalam profil pelajar Pancasila, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri bernalar kritis dan kreatif.

 

Menurut dia, setiap komponen dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam pembentukan karakter mulai integritas, spiritualitas, dan moralitas. Termasuk untuk menjadikan generasi muda yang mampu berkompetisi global, toleransi terhadap perbedaan.

 

Begiti juga kemandirian sebagai karakter yang dibutuhkan kompetisi global, bernalar kritis untuk memecahkan masalah dalam kehidupan, serta kreatif untik memutuskan saat menghadapi masalah di berbagai situasi.

 

"Pendidikan Pancasila di bawah payung merdeka belajar dirancang dengan link and match antara enam komponen pelajar pancasila dengan kehidupan sehari hari masa kini dan masa depan," kata Nadiem

 

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengungkap survei terhadap 1.200 responden anak muda usia 17-21 tahun, 95 persen menyatakan perlu agar PPKn dimasukkan dalam mata pelajaran.

 

"Lalu ditanya kapan, responden menjawab, jika perlu itu 82,3 persen itu mengatakan sejak SD, ini perlu dipertimbangkan oleh pemangku kebijakan," kata Burhan.

 

Survei Indikator Politik Indonesia dilakukan pada 4-10 Maret 2021 kepada 1.200 responden berusia 17-21 tahun. Adanya situasi pandemi Covid-19, membuat survei dilakukan melalui wawancara telepon secara acak dari Sabang sampai Merauke dengan margin of error 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement