Senin 22 Mar 2021 13:34 WIB

Penemu Vaksin BioNTech Dianugerahi Penghargaan Jerman

Özlem Türeci dan Ugur Sahin akan dianugerahi penghargaan tertinggi

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Penemu Vaksin BioNTech Dianugerahi Penghargaan Jerman
Penemu Vaksin BioNTech Dianugerahi Penghargaan Jerman

Hampir setahun lalu, tidak banyak yang mengenal Özlem Türeci dan Ugur Sahin. Setelah mendirikan perusahaan kecil di bidang bioteknologi dengan nama BioNTech di tahun 2008, pasangan suami istri ini berfokus pada penelitian kanker.

Namun, kemunculan virus corona membuat keduanya mengembangkan vaksin COVID-19. Hingga saat ini, kemampuan CEO BioNTech Ugur Sahin dan Direktur Medis Özlem Türeci berhasil menyelamatkan nyawa jutaan orang di seluruh dunia.

Baca Juga

Penghargaan tertinggi Jerman

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menganugerahkan medali Knight Commander's Cross kepada Sahin dan Türeci pada hari Jumat (19/03).

Mereka merasa terhormat karena dapat memberikan "kontribusi untuk penanggulangan pandemi virus corona," kata Kantor Kepresidenan dalam sebuah pernyataan yang dirilis awal Maret lalu.

The Knight Commander's Cross adalah bagian dari Order of Merit of the Federal Republic of Jerman, yang dibentuk tahun 1951 oleh presiden pertama Jerman pascaperang, Theodor Heuss. Pemberian penghargaan dimaksudkan untuk "secara nyata mengungkapkan pengakuan dan terima kasih kepada laki-laki dan perempuan yang layak baik rakyat Jerman maupun negara-negara asing."

Di antara penerima penghargaan tertinggi yang dianugerahkan Jerman, Anda akan menemukan tokoh asing terkemuka seperti Ratu Inggris, Elizabeth II, dan mantan Presiden Amerika Serikat George W. Bush.

Mengalihkan fokus untuk menyelamatkan dunia

Menurut Kantor Kepresidenan Jerman, pasangan itu juga menerima penghargaan untuk "penelitian pendahulu dan telah diakui secara global" di bidang teknologi mRNA. Terapi gen baru dalam pengembangan vaksin menggunakan sebagian kecil informasi genetik virus untuk memicu respons imun dengan memproduksi protein langsung di dalam sel manusia.

Sebelum melakukan penelitian tentang COVID-19, Sahin dan Türeci telah berusaha memanfaatkan kemampuan tubuh manusia untuk mempertahankan diri dari bakteri dan virus. Mereka berusaha melawan kanker dengan imunoterapi yang merangsang mekanisme penyembuhan diri dan memicu "kekuatan internal" tubuh untuk menjinakkan tumor ganas.

Latar belakang Sahin dan Türeci dalam penelitian mRNA memungkinkan mereka untuk mengembangkan vaksin BioNTech bersama mitra dari AS, Pfizer dalam rentang waktu yang sangat singkat, yaitu kurang dari setahun, menjadikannya vaksin COVID-19 pertama, setelah persetujuan penggunaan darurat di Amerika Serikat dikeluarkan pada November 2020.

Pada akhir tahun lalu, Sahin memberi tahu DW bahwa dia tidak merasa sebagai "pahlawan super" dalam penelitian vaksin. "Kami hanya dapat melakukan ini karena kami memiliki tim yang fantastis. Tim ilmuwan internasional dan staf dari 60 negara berbeda telah bekerja dengan kami selama bertahun-tahun mengenai topik ini (penelitian mRNA)," katanya.

Semangat seumur hidup

Lahir di Turki, Ugur Sahin berusia 4 tahun ketika dia dan ibunya pindah ke Köln, Jerman, untuk tinggal bersama dengan ayahnya yang bekerja di perusahaan Ford. Setelah lulus SMA, dia belajar kedokteran di University of Cologne. "Saya tertarik dengan imunoterapi," kata Sahin, yang berusia 54 tahun.

Pada tahun 1992, Sahin menyelesaikan sekolah kedokteran dan bekerja sebagai dokter penyakit dalam dan hematologi dan onkologi di Universitas Cologne selama beberapa tahun, sebelum pindah ke Pusat Medis Universitas Saarland. Di sana, dia bertemu Türeci, seorang mahasiswi kedokteran dan putri seorang dokter yang datang ke Jerman dari Istanbul.

Kini menjadi seorang dosen di Universitas Mainz, Özlem Türeci dianggap sebagai pelopor dalam imunoterapi kanker. "Dipengaruhi oleh ayah saya yang bekerja sebagai dokter, saya tidak dapat membayangkan profesi lain, bahkan ketika saya masih muda," kata Türeci kepada situs online wissenschaftsjahr.de.

"Praktik ayah saya berada di rumah keluarga. Ketika kami masih kecil, kami bermain di antara pasien. Tidak ada dinding pemisah antara pekerjaan dan kehidupan di rumah kami."

Seperti ayahnya, dia ingin membantu orang. Pertama, dia berpikir untuk menjadi seorang biarawati, katanya kepada majalah Jerman Impulse pada tahun 2011, tetapi kemudian dia memutuskan untuk belajar kedokteran.

Türeci dan Sahin menikah tahun 2002, ketika dia sudah bekerja di University Medical Center Mainz. Bahkan di hari pernikahan mereka, Sahin menghabiskan beberapa waktunya di laboratorium - sebelum pasangan itu pergi ke kantor catatan sipil.

Pendiri BioNTech

Pada tahun 2001, pasangan itu meluncurkan perusahaan biofarmasi Ganymed Pharmaceuticals untuk mengembangkan obat kanker imunoterapi. Mereka menjual perusahaan pada 2016 seharga 422 juta euro (Rp 7,2 triliun).

Pada tahun 2008, Sahin dan Türeci mendirikan BioNTech, sebuah perusahaan yang sebagian besar mengembangkan teknologi dan obat-obatan untuk imunoterapi kanker individual (belum ada obat yang mencapai tahap persetujuan). Lebih dari 1.300 orang dari 60 negara saat ini bekerja di BioNTech, dan lebih dari setengahnya adalah perempuan.

Andreas Kuhn, Wakil Presiden Senior RNA Biokimia dan Manufaktur BioNTech, mengatakan bahwa dia jarang menemukan seseorang yang secerdas Sahin, yang selalu "selangkah lebih maju dari orang lain."

"Kalau ada ide baru, dia sudah sampai di tahap itu dan sudah mengantisipasinya,” kata Kuhn kepada hadirin dalam acara Mustafa Award 2019. "Saya pikir itu adalah salah satu kekuatannya sehingga dia bisa membuat orang bersemangat akan suatu tujuan."

(ha/ae)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement