Sabtu 20 Mar 2021 05:40 WIB

Hukum Memberikan Pengakuan atas Aib

Seseorang diberi pilihan soal pengakuan aib dirinya.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Hukum Memberikan Pengakuan Aib yang Pernah Dilakukan. Foto:   Bertaubat. Ilustrasi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hukum Memberikan Pengakuan Aib yang Pernah Dilakukan. Foto: Bertaubat. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Seseorang mendapatkan pilihan untuk memberikan pengakuan atau tidak memberikan pengakuan atas aib diri yang pernah diperbuat. Perkara mengenai pengakuan ini pun tak lepas dari perhatian Imam Syafii.

Imam Syafii dalam kitab Al-Umm yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Republika Penerbit menjelaskan mengenai hal-hal apa saja yang boleh diakui jika sudah diucapkan secara eksplisit.

Baca Juga

Beliau berkata: “Maiz membuat pengakuan di hadapan Rasulullah SAW atas perbuatan zina. Maka beliau merajamnya. Beliau juga pernah memerintahkan Unais agar mendatangi istri seseorang. Apabila wanita itu mengaku berzina, maka hendaklah dia merajamnya,”.

Kemudian, Imam Syafii juga menjelaskan bahwa semua itu termasuk dalam pengertian dari hukum Allah SWT yang sudah dijelaskan. Yakni bahwa seseorang dapat memiliki sesuatu dan dapat menanggung sesuatu yang disebabkan ucapan yang ia lontarkan secara eksplisit.

Menurut beliau, hal itu dikarenakan seseorang dapat menjadi kepercayaan atas dirinya sendiri. Siapa saja yang melakukan pengakuan dari kalangan orang-orang baligh yang tidak sedang mengalami hilang akal karena sesuatu sebab, maka sudah seharusnya ia dijatuhkan hukuman terhadap dirinya.

Baik hukuman itu berupa had, hukuman mati, qishash, dera, atau hukuman potong anggota tubuh. Pengakuan itu sudah menjadi keharusan (untuk dikukuhkan). Baik terhadap orang yang merdeka, budak, orang yang berstatus majhur, atau pun orang yang tidak berstatus majhur. Sebab mereka semua termasuk orang-orang yang terkena kefardhuan atas diri mereka.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement