Jumat 19 Mar 2021 19:33 WIB

Inovasi Biji Salak dari FK UNS bagi Penderita Anemia

Jebisakor telah diuji coba bagi siswa-siswa SMA di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Rep: binti sholikah/ Red: Hiru Muhammad
Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat inovasi mengolah limbah biji salak menjadi produk makanan tambahan bagi penderita anemia usia remaja, yang diberi nama Jebisakor. Produk tersebut dipamerkan dalam pameran produk siap komersial di halaman gedung LPPM UNS, Jumat (19/3).
Foto: dok binti sholikah
Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat inovasi mengolah limbah biji salak menjadi produk makanan tambahan bagi penderita anemia usia remaja, yang diberi nama Jebisakor. Produk tersebut dipamerkan dalam pameran produk siap komersial di halaman gedung LPPM UNS, Jumat (19/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO--Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat inovasi mengolah limbah biji salak menjadi produk makanan tambahan bagi penderita anemia usia remaja. Produk yang diberi nama Jebisakor tersebut telah diuji coba bagi siswa-siswa SMA di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Jebisakor merupakan produk kombinasi dari biji salak, daun kelor, sari buah jeruk dan jeli. Limbah biji salak diperoleh dari industri olahan daging salak pondoh di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY. Daun kelor diambil dari Probolinggo, sedangkan jeruk berasal dari Banyuwangi.

Penelitian tersebut dilakukan oleh dosen FK UNS Dono Indarto, serta dua mahasiswa program pascasarjana UNS yakni Martha Arum Nugraheni, dan Poppy Wijayanti. Produk Jebisakor dipamerkan dalam pameran produk siap komersial di halaman gedung LPPM UNS, Jumat (19/3).

Martha mengatakan, produk Jebisakor ditujukan bagi remaja putri yang mengalami anemia. Awalnya, dia melakukan penelitian terkait biji salak untuk penderita anemia. Namun, ternyata hasilnya tidak cukup signifikan untuk meningkatkan kadar hemoglobin. Selanjutnya, Martha bersama Poppy mengembangkan penelitian tersebut dengan menambah daun kelor dan sari jeruk."Ini makanan sehat dan menyehatkan, karena terbuat dari bahan-bahan alami, tanpa pengawet, perasa dan pewarna buatan," ujar Martha kepada wartawan di sela-sela kegiatan pameran.

Setiap 100 gram Jebisakor mengandung 67,2 persen kadar air, 13,8 persen karbohidrat, 2,2 persen protein, 0,58 persen lemak, 2,53 persen serat kasar, 0,85 miligram zat besi, dan 0,09 zinc.

"Produk kami menggunakan biji salak karena kami ingin memanfaatkan limbah sehingga memberikan nilai ekonomi. Selain itu, sudah ada penelitian pendahuluan bahwa tepung biji salak mampu meningkatkan zat besi," terang Martha.

Sementara itu, Poppy mengatakan penelitian bagi siswa-siswa di Banyuwangi dilaksanakan selama dua bulan dengan memberikan Jebisakor sebagai makanan tambahan dua kali sepekan."Hasilnya mampu meningkatkan kadar hemoglobin sekitar 4,9 gram per desiliter," ungkap Poppy.

Penelitian menyasar 75 siswa penderita anemia di Banyuwangi. Lokasi penelitian dilakukan di Banyuwangi lantaran belum pernah ada penelitian tentang anemia di wilayah ujung timur Pulau Jawa tersebut.

Saar ini, produk Jebisakor dibuat sesuai pesanan. Sementara ini, pesanan berasal dari tiga sekolah di Banyuwangi. Jebisakor bisa bertahan sampai sepekan jika disimpan di dalam kulkas. Sedangkan jika disimpan dalam suhu ruang, maka bisa bertahan tiga sampai empat hari. Tiap kemasan Jebisakor dijual seharga Rp 5.000."Saat ini sasarannya baru remaja SMA. Tapi ke depan kami ingin mengembangkan Jebisakor untuk ibu hamil," kata Poppy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement