Rabu 17 Mar 2021 22:08 WIB

DJP Ungkap Kasus Materai Palsu Rugikan Negara Rp 37 Miliar

DJP dan Polda Metro Jaya ungkap praktik materai palsu yang berjalan 3,5 tahun

Kasat Reskrim Polres Bandara Soetta Kompol Alexander Yurikho menunjukkan barang bukti materai palsu saat rilis kasus peredaran dan penjualan Materai 10.000 palsu di Mapolres Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (17/3/2021). Dalam kasus tersebut polisi berhasil mengamankan enam orang tersangka berikut ribuan lembar Materai palsu nominal 6.000 dan 10.000, yang telah dilakukan sejak tiga tahun yang lalu dan berpotensi merugikan negara sebanyak Rp37 miliar.
Foto: ANTARA /aww.Muhammad Iqbal
Kasat Reskrim Polres Bandara Soetta Kompol Alexander Yurikho menunjukkan barang bukti materai palsu saat rilis kasus peredaran dan penjualan Materai 10.000 palsu di Mapolres Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (17/3/2021). Dalam kasus tersebut polisi berhasil mengamankan enam orang tersangka berikut ribuan lembar Materai palsu nominal 6.000 dan 10.000, yang telah dilakukan sejak tiga tahun yang lalu dan berpotensi merugikan negara sebanyak Rp37 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Polda Metro Jaya dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) mengungkap praktik pemalsuan meterai yang berpotensi menyebabkan kerugian negara Rp 37 miliar. Tersangka yang berjumlah enam orang ini diduga telah melakukan kegiatan pemalsuan sejak 3,5 tahun lalu dengan modus mencetak dan menjual meterai palsu dengan nominal Rp 6000 maupun Rp 10 ribu. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, memberikan apresiasi tinggi kepada Polri maupun Peruri atas kerja sama dalam mengungkap dugaan tindak pidana pemalsuan meterai. Ia mengatakan pemalsuan ini dapat merugikan keuangan negara mengingat bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang menjadi salah satu sumber penerimaan negara untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara.

"Pemalsuan meterai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara sekaligus seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya.

Neil memastikan dokumen yang terbukti menggunakan meterai palsu maka pembayaran bea meterai tersebut menjadi tidak sah dan dokumen dianggap tidak dibubuhi meterai. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi) dengan meneliti terlebih dahulu kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya.

Saat ini, tersangka diancam dengan pasal berlapis yakni tindak pidana pemalsuan benda meterai dan tindak pidana pencucian uang.Berdasarkan pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, tersangka diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta. Selain itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah hukuman penjara paling lama dua puluh tahun dengan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Direktur Operasi Peruri Saiful Bahri menyatakan masyarakat perlu mengetahui ciri meterai asli melalui tiga indikator yaitu dapat diketahui dengan dilihat, diraba, dan digoyang. Ia menjelaskan teknologi cetak dari Peruri menjadikan meterai asli memiliki tiga bentuk perforasi (lubang) yakni bulat, oval, dan bintang, terasa kasar jika diraba dan terjadi perubahan warna jika digoyang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement