Rabu 17 Mar 2021 11:28 WIB

Hal yang Bisa Dipelajari dari Kunjungan Paus ke Irak

Kunjungan Paus Fransiskus berhasil mencapai tiga tujuan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
 Paus Fransiskus, tengah, disambut oleh ulama Muslim saat ia tiba di bandara internasional Irbil, Irak, Minggu, 7 Maret 2021. Paus Fransiskus tiba di Irak utara pada hari Minggu, di mana ia berencana untuk berdoa di reruntuhan gereja yang rusak atau hancur. oleh ekstrimis Negara Islam dan merayakan Misa terbuka pada hari terakhir kunjungan paus pertama ke negara itu.
Foto: AP/Hadi Mizban
Paus Fransiskus, tengah, disambut oleh ulama Muslim saat ia tiba di bandara internasional Irbil, Irak, Minggu, 7 Maret 2021. Paus Fransiskus tiba di Irak utara pada hari Minggu, di mana ia berencana untuk berdoa di reruntuhan gereja yang rusak atau hancur. oleh ekstrimis Negara Islam dan merayakan Misa terbuka pada hari terakhir kunjungan paus pertama ke negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGDAD – Kunjungan Paus Fransiskus ke Irak pada Jumat (5/3) lalu ditentang oleh beberapa pihak. Namun, kunjungan tersebut berhasil mencapai tiga tujuan. Yakni, menunjukkan solidaritas pastoral dengan umat Kristiani yang menderita, menyerukan perdamaian dan rekonsiliasi Irak, dan membangun hubungan lebih baik antara umat Kristiani dan Muslim.

Kunjungan Paus Fransiskus dinilai sebagai titik balik dalam hubungan Kristen dan Muslim di Irak. Setelah Konsili Vatikan Kedua (1962-1965), para paus mulai melakukan dialog dengan Muslim. Paus Fransiskus sangat berhasil dalam meningkatkan hubungan itu. Menurut dia, agama bisa menjadi bagian dari solusi di Timur Tengah.

“Permusuhan, ektremisme, dan kekerasan tidak lahir dari hati yang religius. Itu semua adalah bentuk pengkhianatan agama,” kata Paus Fransiskus di Ur, tempat kelahiran Nabi Ibrahim as.

Bagi mayoritas warga Irak, puncak kunjungan paus saat pertemuannya dengan Ayatollah Ali al-Sistani di Najaf, situs ziarah tersuci ketiga bagi Muslim Syiah setelah Makkah dan Madinah. Usai pertemuan itu, Vatikan mengatakan Paus telah menekankan pentingnya kerja sama dan persahabatan antara komunitas agama dengan saling menghormati demi Irak.

Al-Sistani mengatakan umat Kristen harus hidup seperti semua orang Irak dalam keamanan, perdamaian, dan hak konstitusional penuh. Dia menegaskan otoritas agama berperan melindungi mereka dan menegakkan ketidakadilan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Kunjungan paus mendapat respon positif di media Irak dan di negara-negara Muslim lainnya, termasuk Iran. Sebuah surat kabar besar Iran menyebut kedua pemimpin itu sebagai pembawa perdamaian dunia dan menganggap kunjungan tersebut sebagai dialog antar agama paling efektif yang tercatat dalam sejarah.

Kunjungan paus juga menyoroti penderitaan umat Kristen Irak dan mencoba memberi mereka harapan. Pada tahun 2010 lalu, di Gereka Katedral Katolik Assyria, Bagdad hampir 50 orang tewas dalam serangan teroris. Paus meminta pengampunan dan rekonsiliasi dari peristiwa itu di Irak.

Selain itu, kunjungan Paus memberi harapan untuk menghentikan eksodus umat Kristen di Irak. “Sekarang adalah waktu untuk membangun kembali dan memulai kembali. Mengandalkan rahmat Tuhan yang membimbing nasib semua individu dan bangsa,” kata paus di Qaraqosh, sebuah kota Kristen di Dataran Niniwe Irak, yang hancur selama perang.

Paus juga meminta semua warga Irak untuk bekerja sama demi perdamaian dan mengkritik negara-negara yang menjual senjata kepada para pejuang. Keragaman agama, budaya, dan etnis yang menjadi ciri khas masyarakat Irak selama ribuan tahun merupakan sumber daya yang bisa dimanfaatkan, bukan dihilangkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement