Rabu 17 Mar 2021 11:27 WIB

Harga Makanan dan Bahan Bakar di Myanmar Terancam Melejit

Harga beras naik 25-35 persen di beberapa kota di Negara Bagian Kachin, Myanmar

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
 Pengunjuk rasa anti-kudeta membawa seorang pria yang terluka ketika polisi anti huru hara dan tentara ditembak dengan peluru karet untuk menumpas demonstrasi di Yangon, Myanmar Minggu, 14 Maret 2021.
Foto: AP/STR
Pengunjuk rasa anti-kudeta membawa seorang pria yang terluka ketika polisi anti huru hara dan tentara ditembak dengan peluru karet untuk menumpas demonstrasi di Yangon, Myanmar Minggu, 14 Maret 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Program Pangan Dunia (WFP) mengeluarkan pernyataan dari pertengahan bulan Januari ke pertengahan Februari harga beras di Myanmar merangkak naik di atas rata-rata tiga persen. Tapi harga beras naik 25 hingga 35 persen di beberapa kota di Negara Bagian Kachin yang terletak wilayah paling utara di Myanmar.

WFP juga mengatakan mulai awal Februari harga ritel minyak sawit di negara itu naik 20 persen. WFP mengatakan kerusuhan yang terjadi sejak bulan lalu berdampak negatif pada rantai pasokan dan pasar Myanmar.

Baca Juga

"Ini tanda-tanda awal masalah, terutama bagi masyarakat yang paling rentan yang hidup dari satu piring ke piring berikutnya," kata Direktur WFP Myanmar Stephen Anderson, seperti dikutip Voice of Amerika, Selasa (16/3).

"Bila tren kenaikan harga ini terus berlanjut ditengah puncak pandemi Covid-19, maka benar-benar memukul keras kemampuan masyarakat yang paling miskin dan rentan untuk menyediakan makanan untuk keluarga mereka," kata Anderson.

Sementara itu, pemerintah militer Myanmar memperluas darurat militer di seluruh negeri satu hari setelah hari paling mematikan sejak kudeta 1 Februari lalu. Pada Ahad (15/3) lalu, sekitar 50 orang dilaporkan tewas ketika tentara dan polisi melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa di berbagai daerah.

Baca juga : NATO Tambah Anggaran Militer Meski Pandemi

Pengunjuk rasa menuntut militer membebaskan pemimpin pemerintah sipil Aung San Suu Kyi dan pemimpin-pemimpin partai National League for Democracy (NLD) yang memenangkan pemilihan umum bulan November lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement