Rabu 17 Mar 2021 02:41 WIB

Polisi Gunakan Gas Air Mata untuk Tekan Pemrotes Jam Malam

Warga Yordania protes terkait aturan jam malam yang diperpanjang.

Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Pasukan keamanan Yordania pada Senin (15/3) menggunakan gas air mata untuk menekan protes terhadap jam malam. Jam malam diberlakukan untuk membendung wabah COVID-19 yang parah.

Polisi mengambil tindakan setelah ratusan pengunjuk rasa di beberapa kota, termasuk Amman, berdemonstrasi untuk hari kedua. Mereka tidak mematuhi jam malam yang diperpanjang pekan lalu.

Banyak pengunjuk rasa meminta pemerintah untuk mengundurkan diri dan menuntut agar peraturan darurat yang berlaku sejak awal pandemi diakhiri. Aturan tersebut, menurut kelompok sipil, melanggar hak-hak sipil dan politik.

Para demonstran juga marah setelah sembilan orang, yang sebagian besar di antaranya adalah pasien COVID-19, meninggal pada Sabtu (13/3). Pasien ini meninggal ketika petugas medis di sebuah rumah sakit pemerintah diduga mengabaikan persediaan oksigen. Rumah sakit tersebut selama dua jam kehabisan oksigen untuk alat bantu pernapasan.

Pihak berwenang mengerahkan beberapa ribu polisi anti huru-hara untuk membubarkan para pengunjuk rasa. Sementara  itu, puluhan aktivis ditangkap di beberapa kota besar dan kecil, kata para saksi mata.

Gas air mata digunakan untuk membubarkan massa di beberapa kota, termasuk kawasan Jabal Nazal yang padat di ibu kota, kata seorang penduduk.Pihak berwenang memblokir aplikasi Facebook tertentu yang memungkinkan demonstrasi disiarkan secara langsung, kata pengguna dan sumber di sektor telekomunikasi kepada Reuters.

Pemblokiran berlangsung selama beberapa jam. Belum ada komentar langsung dari pemerintah.

Jam malam telah diperpanjang beberapa kali sejak diberlakukan setahun yang lalu, terakhir pada Sabtu (13/3), di tengah lonjakan infeksi COVID-19. Yordania mencatat 9.417 infeksi baru virus corona dalam 24 jam terakhir, kata para pejabat pada Senin.

Jumlah harian itu merupakan yang tertinggi sejak pandemimulai muncul. Negara berpenduduk 10 juta orang itu telah mencatat 5.428 kematian akibat COVID-19.

Raja Yordania Abdullah, dalam komentar yang disiarkan di media pemerintah, mengatakan dia memahami bahwa orang-orang merasa frustrasi karena kondisi kehidupan yang memburuk.  Yordania tahun lalu mengalami resesi terburuk dalam beberapa dekade akibat pandemi.

sumber : antara/reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement