Selasa 16 Mar 2021 14:14 WIB

PM Selandia Baru Sebut Muslim di Negaranya Alami Rasisme

Jacinda Ardern menilai muslim Selandia Baru mengalami rasisme.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
 Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern
Foto: AP Photo/Mark Baker
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON — Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan, umat Islam di negaranya mengalami rasisme mengerikan. Hal ini menurutnya terjadi bahkan sebelum serangan di dua masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019, saat pria asal Australia melepaskan temsbakan dan membuat 51 jamaah tewas.

Saat ditanya apakah Selandia Baru kini menjadi tempat yang jauh lebih aman bagi umat Islam, Ardern mengaku belum bisa menjawabnya. Ia mengatakan mungkin masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mencapainya.

Baca Juga

“Saya bukan orang yang menjawab itu, hanya komunitas Muslim kita yang bisa. Tapi saya bisa katakan sekarang, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan hingga selesai,” jelas Ardern.

Ardern mengatakan, dunia masih perlu membahas tentang rasisme dan supremasi kulit putih. Ia juga mengakui bahwa pasca serangan terhadap umat Islam yang terjadi dua tahun lalu, Selandia Baru memulai upaya-upaya agar kasus serupa tak terjadi.

Ardern juga menyebut, tidak adil untuk mengatakan Selandia Baru tidak memiliki tanggung jawab, meskipun pelaku dalam serangan teror itu berasal dari Australia. Ia menegaskan bahwa sudah seharusnya setiap pemimpin negara memiliki tanggung jawab karena suara mereka dapat didengarkan kapapun.

“Setelah serangan itu, Selandia Baru berkewajiban membereskan ‘rumah’. Negara-negara lain juga perlu mempertimbangkannya,” ujar Ardern, dilansir TRT World, Senin (15/3).

Pelaku dalam serangan teror di dua masjid di Christchurch adalah Brenton Tarrant. Sebelum insiden itu telah merilis manifesto rasis dan menayangkan penembakan secara langsung di jejaring sosial Facebook. Serangan ini kemudian memicu perdebatan global tentang ancaman supremasi kulit putih.

Ardern telah meminta maaf atas insiden serangan 15 Maret 2019 itu. Terlebih, setelah komisi penyelidikan Selandia Baru menemukan bahwa badan-badan keamanan negara seringkali berfokus terhadap ancaman terorisme Muslim sebelum insiden di dua masjid Christchurch ini terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement