Senin 15 Mar 2021 18:50 WIB

Mahfud: Kasus Asabri tidak Boleh Bergeser ke Perdata

Mahfud menyebut ada dorongan kasus PT Asabri diselesaikan di luar hukum pidana.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat kunjungan kerja ke Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (15/3). Dalam kunjungan tersebut membahas mengenai penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 serta dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat kunjungan kerja ke Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (15/3). Dalam kunjungan tersebut membahas mengenai penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 serta dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang PT Asabri harus tetap dituntaskan dengan jalan pemidanaan. Jangan sampai kasus yang merugikan keuangan negara Rp 23,7 triliun itu bergeser ke ranah perdata.

Hal itu disampaikan Mahfud saat menemui Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (15/3). Keduanya membicarakan banyak hal. Salah satunya perkembangan pengungkapan dan penyidikan kasus PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

Mahfud menilai penanganan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) di Asabri oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah sesuai di jalur hukum. Namun, menurutnya ada dorongan kasus megakorupsi dana pensiunan tentara dan polisi itu diselesaikan dengan mekanisme perdata.

“Menyangkut kasus Asabri, ada memang upaya untuk menyelesaikan di luar hukum pidana. Agar itu diselesaikan secara perdata. Tapi, tadi setelah diskusi (dengan Jaksa Agung Burhanuddin), itu adalah tindak pidana korupsi. Sehingga tidak boleh bergeser,” kata Mahfud, di Kejaksaan Agung, Jakarta.

Mahfud tak membeberkan pihak yang mendorong penuntasan cara perdata itu. Ia meyakinkan Jampdisus agar tetap mendorong pemidanaan dalam kasus tersebut. “Masalah korupsi Asabri itu, tetap harus diselesaikan menurut konstruksi hukum yang dibangun Kejaksaan Agung dengan pidana korupsi,” ujar Mahfud.

Ia mengakui kemungkinan ada irisan kasus perdata di luar jalur pidana. Akan tetapi, paling utama tetap mengacu pada konstruksi pidana korupsi.

“Adapun kalau mau nantinya ada persoalan perdata di luar kasus korupsinya, itu nanti. Itu nanti dibicarakan dengan kementerian BUMN. Tapi, ini tetap harus berjalan sebagai kasus tindak pidana korupsi. Dan tidak ditawar-tawar lagi,” kata Mahfud.

Penyidikan dugaan korupsi dan TPPU Asabri yang ditangani Jampidsus sudah menetapkan sembilan orang tersangka.

Empat tersangka swasta yakni Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Jimmy Sutopo, serta Lukman Purnomosidi. Sedangkan tersangka dari direksi Asabri yakni Sonny Widjaja, Adam Rachmat Damiri, Bachtiar Effendi, Ilham W Siregar, dan Hari Setiono. Baru tiga tersangka yang juga dijerat TPPU. Yakni Heru, Benny dan Jimmy.

Penyitaaan terkait kasus ini mulai dari ribuan sertifikat tanah seluas hampir 800 hektare, dan 18 unit apartemen dari tersangka Benny. Penyidik juga menyita lahan tambang nikel seluas 23 ribu hektare milik tersangka Heru, termasuk menyita satu kapal tanker, dan 19 tugboat pengangkut batu bara.

Penyitaan juga dilakukan terhadap tersangka Jimmy berupa 36 lukisan-lukisan berlapis emas, dan apartemen, serta perhiasan. Dari tersangka Sonny, penyidik turut menyita 17 unit armada bus pariwisata.

Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah, pekan lalu mengatakan perburuan aset-aset tersangka masih terus dilakukan. Termasuk yang sudah dideteksi berada di luar negeri. Febrie memastikan, aset-aset sitaan tersebut, nantinya untuk sumber pengganti kerugian negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement