DPR Minta BPOM Jelaskan Standar Uji Klinis Izin Vaksin

Pemerintah dan BPOM terus dukung penelitian dan pengembangan vaksin lokal

Ahad , 14 Mar 2021, 08:28 WIB
Azis Syamsudin
Foto: Antara
Azis Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menanggapi soal kritik Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) yang menilai bahwa Vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah klinis. Ia meminta BPOM menjelaskan kepada masyarakat mengenai protokol atau standar uji klinis dan pemberian izin vaksin di Indonesia, baik vaksin dari dalam maupun dari luar negeri,

Dengan begitu keduanya memiliki prosedur pemberian izin dan tahapan uji klinis yang sama sebelum akhirnya diizinkan untuk digunakan di Indonesia. "BPOM menyatakan uji klinis I Vaksin Nusantara tidak memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangan vaksin, sehingga izin uji klinis II vaksin Nusantara tidak diizinkan, BPOM harus menginformasikan kepada tim uji klinis Vaksin Nusantara terhadap persyaratan dan prosedur  yang  harus dipenuhi, agar uji klinis yang dilakukan tim vaksin nusantara memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangan suatu vaksin" Kata Azis dalam keterangan tertulisnya.

Politisi Golkar itu mendorong Pemerintah dan BPOM untuk terus mendukung penelitian dan pengembangan vaksin maupun obat-obatan buatan dalam negeri. Hal tersebut sebagai salah satu upaya penanganan pandemi Covid-19, sehingga Indonesia dapat lebih mandiri di bidang farmasi.

"Langkah ini merupakan upaya agar kita tidak bergantung pada vaksin ataupun obat-obatan impor, serta untuk percepatan akses ketersediaan vaksin dari dalam negeri" ujarnya.

Sebelumnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menolak memberikan lampu hijau untuk uji klinis kedua karena vaksin berbasis sel dentritik tersebut tidak memenuhi kaidah dalam uji klinis tahap pertama. Kepala BPOM Penny K Lukito menyebut adanya permasalahan dalam uji klinis tahap pertama terkait aspek uji klinik yang baik.

Berdasarkan data imunogenisitas yang diserahkan kepada BPOM, semua subjek telah memiliki antibodi terhadap virus Covid-19. Hal itu berbeda dengan protokol yang mewajibkan subjek yang direkrut harus belum pernah terpapar Covid-19.

"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Penelitian uji klinik pada manusia harus mengikuti good laboratory practice, good clinical trial practice, dan manufacturing practice," kata Penny dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3) lalu. (Febrianto Adi Saputro)