Berikutnya, Allah menggunakan lafadz asra (sebagai kata kerja dari sara/ berjalan) dan melanjutkan dengan bi-‘abdihi (hambanya) yakni Rasulullah. Rasul disebut dengan ‘abd (hamba) dalam ayat ini sebagai gambaran bahwa beliaulah sebaik-baiknya hamba di muka bumi ini yang mendapatkan perjalanan spiritual khusus sebagai tanda kebesaran-Nya.
Huruf jar (ba’) yang melekat pada lafadz bi’abdihi memberikan arti bahwa perjalanan spiritual ini bukan hanya antara Rasul, Jibril as dan Buraq, melainkan sarat dengan pendampingan dan penjagaan Allah. Allah melihat, menemani, mendampingin dan menyertai Rasul dalam perjalanan jauh dengan waktu yang relatif singkat ini.
Perjalanan malam nun jauh yang dirasakan Rasulullah baik jasmani dan ruhaninya ini menghasilkan perintah shalat yang harus ditegakkan oleh umat Rasulullah. Shalat sebagai media pendekatan manusia untuk lebih kenal, dekat dan lekat pada Tuhannya.
Bericara mengenai shalat, kata/ lafadz yang cukup banyak disebut dalam al-Qur’an. Dalam kitab Mu’jam Mufahras fi al-Faldzi Qur’an karya Muhammad Fuad Abd Baqi’ shalat disebut sebanyak 67 kali.
Jumlah tersebut hanya berasal dari kata ‘shalat’ saja, belum dari deriviasi lain semisal shalla, tushalla, yushalluna, shalli, shallu, shalataka, shalatahu, shalatihim, shalati, shalawatu, shalawatihim, al-mushallin, mushalla.