Ahad 14 Mar 2021 17:04 WIB

Islam Garam Ala Bung Hatta

Sang wakil presiden pertama RI merupakan keturunan seorang ulama-sufi terkemuka.

Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta. Bung Hatta selalu menolak uang yang bukan haknya.
Foto:

Hatta merupakan seorang pembelajar yang cerdas. Ia selalu kritis dalam mencerna gagasan-gagasan yang dipelajarinya. Pemikiran-pemikiran yang ditelaahnya tidak pernah dianggapnya serta-merta benar.

Ia terlebih dahulu merelevansikannya dengan agama yang dianutnya. Alhasil, Hatta dapat mengenal dan bahkan akrab dengan budaya Barat tanpa kehilangan jati dirinya sebagai seorang Muslim yang selalu berupaya takwa.  

Sejak 1921, lelaki yang fasih banyak bahasa ini bertolak ke Negeri Belanda untuk menempuh studi pendidikan tinggi di Rotterdam. Yudi Latif menceritakan, Hatta muda senang mengunjungi kota-kota besar di Eropa ketika memasuki masa libur kuliah.

Dari Belanda, ia berlibur di Jerman, Prancis, Austria, hingga Skandinavia. Di Hamburg dan Berlin, ia menyempatkan nonton opera dan teater. Di Wina, Hatta tak lupa menonton konser musik klasik.

Segala aktivitasnya itu tidak membuatnya lalai dari menunaikan kewajiban sebagai Muslim. Dalam autobiografinya, ia menulis masa-masa tersebut, “Sebagaimana biasa, aku bangun pagi hari pada jam 6.30. Waktu musim dingin aku tidur sampai jam 7. Setelah aku bangun dan sembahyang subuh, aku mulai membaca surat kabar.” Di manapun berada, kesehariannya tidak berubah sebagai seorang Muslim yang taat kepada perintah agama.

Keteguhan Bung Hatta dalam berislam juga tampak dari penolakannya terhadap teosofi. Suatu ketika, Ir Fourner dan Ir Van Leeuwen membujuknya untuk menjadi anggota perkumpulan tersebut.

Hatta menulis, “Aku menolak terus-terang dengan alasan aku taat kepada Islam. Ir Fournier mengatakan agama Islam tidak menjadi halangan untuk menjadi orang Teosofi. Teosofi bukan agama, katanya, melainkan ajaran, dan Teosofi memperkuat pendirian Islam untuk mencapai persaudaraan bangsa-bangsa di dunia. Tetapi aku terus menolak.”

Pada 1932, Hatta kembali ke Tanah Air sesudah menamatkan sekolahnya di Rotterdam. Selama kira-kira tiga windu di luar negeri, ia tidak hanya sibuk belajar, tetapi juga aktif dalam perjuangan nasional demi kemerdekaan Indonesia.

Begitu pulang, ia pun terlibat dalam banyak pergerakan kebangsaan. Karena aktivitasnya itu, Bung Hatta pun sempat menjalani masa pembuangan, yang berakhir ketika Jepang menduduki Nusantara sehingga menyudahi zaman kolonial Belanda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement