Jumat 12 Mar 2021 16:37 WIB

Bintang Tertua Beri Petunjuk Seberapa Besar Alam Semesta

Para astronom memiliki metode berbeda untuk mengukur laju ekspansi alam semesta.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Alam semesta (ilustrasi).
Foto: www.kaheel7.com
Alam semesta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para astronom sedang berjuang untuk memahami perbedaan saat mengukur laju ekspansi alam semesta dengan metode yang berbeda. Metode baru ini melibatkan sejumlah bintang tertua yang pernah ada.

Para astronom memiliki metode berbeda untuk mengukur laju ekspansi alam semesta saat ini, yang dikenal sebagai konstanta Hubble. Salah satu metode umum adalah mengukur kecerahan supernova yang terletak jauh.

Baca Juga

Selain itu, metode lain adalah dengan memeriksa sisa cahaya dari alam semesta awal, yang dikenal sebagai latar belakang gelombang mikro kosmik. Namun, kedua pengukuran ini tidak sesuai.

“Salah satu pertanyaan paling menarik dalam kosmologi saat ini adalah apakah ada fisika baru yang hilang dari pemahaman saat ini tentang bagaimana alam semesta berevolusi,” ujar Wendy L. Freedman,  seorang profesor astronomi dan astrofisika di Universiyas John and Marrion Sullivan, dilansir Universe Today, Jumat (12/3).

Diantara bintang tertua adalah J-region Asymptotic Giant Branch (JAGB), yang merupakan jenis raksasa merah dengan banyak karbon di atmosfernya. Ini tampak memiliki kecerahan mendekati standar, yang berarti dapat dibandingkan, serta menghitung jarak menuju benda ini. Dengan menggabungkan pengukuran tersebut dengan kecepatan resesi galaksi induknya, dapat diperkirakan laju ekspansi alam semesta dengan cara yang tidak bergantung pada supernova dan latar belakang gelombang mikro kosmik.

“Kami telah mengamati secara empiris bahwa bintang-bintang ini memiliki kecerahan intrinsik yang diketahui dari galaksi ke galaksi,” kata Abigail Lee, astrofisikawan dan mahasiswa pascasarjana Universitas Chicago, sekaligus penulis utama studi baru yang menyelidiki penggunaan bintang JAGB untuk mengukur laju ekspansi.

Bintang JAGB cenderung sangat terang. Kondisi itu memungkinkan para astronom untuk menemukannya di galaksi yang sangat jauh. Teknik ini masih dalam tahap awal dan membutuhkan banyak pemeriksaan silang dan validasi sebelum dapat membantu menyelesaikan penyelidikan dalam konstanta Hubble.

"Karena metode ini relatif baru, tujuan dari proyek ini adalah untuk melihat apakah dapat menyaingi indikator jarak lain dalam hal presisi dan akurasi," kata Lee.

Untuk memulai, tim peneliti menargetkan galaksi Wolf-Lundmark-Melotte, yang terletak di pinggir galaksi lokal. Mereka membandingkan jarak yang diperoleh dengan bintang JAGB dengan metode lain dan menemukan kesepakatan yang bagus, menandakan bahwa metode ini dapat memberikan pemeriksaan silang yang penting dalam penelitian di masa depan.

“Kami tidak memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai konstanta Hubble, jadi ini adalah pekerjaan yang sangat penting untuk membantu mengatasi salah satu masalah terbesar dalam kosmologi saat ini,” jelas Lee.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement