Kamis 11 Mar 2021 09:27 WIB

Pengamat Desak DPRD DKI Bahas Penjualan Saham Bir

Anies disebut empat kali surati dewan ingin jual saham, namun tak pernah diproses.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Pemprov DKI berencana melepas sahamnya di perusahaan bir, yaitu PT Delta Djakarta Tbk.
Foto: republika
Pemprov DKI berencana melepas sahamnya di perusahaan bir, yaitu PT Delta Djakarta Tbk.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Rencana penjualan saham milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk masih terganjal restu dari DPRD DKI Jakarta. Pengamat menilai, dewan harus segera melakukan pembahasan terkait rencana tersebut, agar bisa segera ditindaklanjuti ke tahap penjualan jika disetujui.

"Apapun hasilnya (disetujui atau ditolak) dibahas dulu. Kekhawatiran itu konsekuensi. Kalau terus ditutup (tidak ada pembahasan) banyak dialektika jadinya," kata pengamat kebijakan publik Tony Rasyid dalam diskusi virtual mengenai penjualan saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta, Rabu (10/3).

Dalam Pasal 24 ayat 6 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan jika pemerintah daerah (pemda) dapat menjual sahamnya di badan usaha setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD.

Pemprov DKI Jakarta dikabarkan telah mengajukan surat pengajuan persetujuan penjualan saham tersebut sebanyak empat kali kepada DPRD DKI Jakarta. Surat pertama pada Maret 2018, kedua pada Januari 2019, ketiga pada Mei 2020, dan yang terakhir pada Maret 2021. Tony berpendapat, pembahasan penjualan saham produsen bir perlu disegerakan.

Hal itu mengingat kondisi pasar PT Delta Djakarta di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus bergulir seiring dengan ramainya pembahasan penjualan saham tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh Tony, proses persetujuan rencana penjualan saham oleh DPRD membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Sementara itu, dalam proses penjualannya wajib ada kajian melalui Jasa Penilai Publik (KJPP). Adapun proses kajian itu hanya berlaku selama enam bulan. Jika kajiannya sudah dilakukan dan lewat dari batas berlakunya, sementara persetujuan dari dewan belum ada, konsekuensinya kajian harus diulang.

Tony menjelaskan, dalam melakukan pembahasan, para dewan perlu memahami kebijakan Pemprov DKI yang memang tidak ingin lagi memiliki saham PT Delta. "Sesuai orientasi Pemprov DKI untuk pembangunan masyarakat, bukan mengejar dividen. Jadi, public services menjadi orientasi berbisnis DKI," kata Tony.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Delta Djakarta mayoritas dimiliki San Miguel Malaysia (58,33 persen), Pemprov DKI (26,25 persen), dan publik (15,42 persen). Pada 2020, aset perusahaan diperkirakan mencapai Rp 1,45 triliun. Dividen yang masuk ke kas Pemprov DKI dari saham PT Delta Djakarta rata-rata Rp 38 miliar per tahun.

Wakil Gubernur (Wagub) DKI, Ahmad Riza Patria, mengatakan, rencana Pemprov DKI menjual saham PT Delta Djakarta masih terkendala persetujuan dewan. Meski begitu, Ariza menegaskan, Pemprov DKI tetap pada keputusan semula untuk melepas semua saham di perusahaan bir tersebut.

Langkah itu juga sebagai perwujudan salah satu janji Gubernur Anies kala kampanye pilkada 2017, saat berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno. Karena itu, menurut Riza, Anies ingin segera melepas kepemilikan saham di produsen bir itu.

Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi, mengatakan, PT Delta Djakarta tidak pernah mendapatkan hibah dari Pemprov DKI. Justru, perusahaan dengan emiten saham DLTA tersebut keberadaannya menguntungkan Pemprov DKI karena selalu membagikan dividen. Karena itu, ia bersikukuh bakal menolak niatan Gubernur Anies yang ingin menjual saham produsen bir.

Prasetyo menjelaskan, PT Delta Djakarta dibentuk agar pemerintah daerah (pemda) dapat memantau tingkat konsumsi minuman keras (miras) di masyarakat hingga di tingkat RT/RW. "Nah, PT Delta pemerintah masuk di situ supaya mengukur minumnya sejauh mana sih? Kan kalau kita enggak tahu sama sekali kan bahaya, ini liar,” kata Pras di gedung DPRD DKI, belum lama ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement