Selasa 09 Mar 2021 19:49 WIB

Mahasiswa Papua Diamankan Karena Rusak Mobil Polisi

Mahasiswa itu dikenakan hukuman maksimal dua tahun delapan bulan penjara.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andi Nur Aminah
Polresta Malang Kota merilis kasus pengrusakan kendaraan dinas kepolisian di Mapolresta Malang Kota, Selasa (9/3).
Foto: Polresta Malang Kota
Polresta Malang Kota merilis kasus pengrusakan kendaraan dinas kepolisian di Mapolresta Malang Kota, Selasa (9/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Polresta Malang Kota (Makota) mengamankan mahasiswa Papua berinisial HL karena dianggap telah merusak kendaraan dinas kepolisian, Senin (8/3). Yang bersangkutan dikenakan Pasal 351 ayat 1 KUHP dan/atau Pasal 406 KUHP. 

"Dengan hukuman maksimal dua tahun delapan bulan penjara dan Pasal 406 KUHP ancaman hukuman maksimal dua tahun delapan bulan," kata Wakapolresta Makota AKBP Totok Mulyanto Diyono di Mapolresta Makota, Selasa (9/3).

Baca Juga

Sebelumnya, telah terjadi tindak pidana penganiayaan dan pengrusakan di samping utara Stadion Gajayana, Kota Malang, Senin (8/3) pukul 10.30 WIB. Kejadian ini menimpa salah satu petugas kepolisian dengan atas nama Eko Winardi. Sementara pengrusakan terjadi pada satu unit truk dinas kepolisian Nopol X-5033-33.

Kejadian penganiayaan dan pengrusakan yang dilakukan HL bermula dari kegiatan aksi yang dilakukan oleh Aliansi Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (GEMPUR). Aliansi mengadakan agenda aksi dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Menurut Totok, aksi ini tidak mengantongi STTP dan melanggar protokol kesehatan (prokes) Covid-19. 

Meski demikian, Polresta Makota tetap memberikan waktu untuk melakukan orasi damai. Namun sangat disayangkan di masa pandemi dengan status Kota Malang melaksanakan PPKM Mikro, para pengunjuk rasa masih melakukan kegiatannya. 

"Meskipun sudah diperingatkan berkali oleh Satgas Gugus Tugas, mereka masih memaksa bahkan membentangkan spanduk menolak Otsus jilid dua dan pemekaran wilayah Papua," katanya. 

Menurut Totok, polisi sudah memberikan waktu 15 menit kepada pengunjuk rasa untuk membubarkan diri. Situasi semakin tidak kondusif ketika peserta aksi ada yang berontak. Hal ini terjadi saat para pengunjuk rasa diminta untuk menaiki truk.

Pemberontakan para pengunjuk rasa berujung pada tindakan salah satu peserta aksi dari kelompok AMP. Yang bersangkutan dilaporkan telah menendang kaca truk hingga pecah. Kejadian ini mengakibatkan mata sebelah kiri satu anggota polisi terluka karena terkena serpihan kaca.

Terpisah, Aliansi GEMPUR bersama YLBHI Surabaya Pos Malang mengencam keras atas represi, pemberangusan demokrasi, dan kesewenangan aparat terhadap massa aksi. Pada keterangan resminya, GEMPUR menegaskan, aliansi telah memberitahukan rencana aksi kepada polri setempat tiga hari sebelum agenda dilaksanakan. 

Aliansi juga menolak tuduhan adanya penunggangan oleh IPMAPA dan AMP dalam peringatan aksi International Women’s Day di Kota Malang. Mengenai tentang teriakan “Free West Papua”, kata GEMPUR, itu hanya spontanitas yang dilakukan oleh individu. Hal ini bisa terjadi karena kondisi yang tidak kondusif dalam kegiatan aksi.

"Ini bukan kesepakatan aliansi, tapi bukan berarti aparat boleh memperlakukan mereka secara sewenang-wenang dan represif, apalagi yang dirampas itu semua spanduk dan poster. Sedangkan mengenai perusakan mobil itu di luar perlakuan massa aksi  kami, kerusakan terjadi setelah massa aksi kami diangkut oleh mobil aparat," ungkap pihak GEMPUR.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement