Rabu 10 Mar 2021 07:08 WIB

Normalisasi Sungai Lambat, Wagub DKI: Banyak Mafia Tanah

Pemprov DKI akan berkoordinasi dengan BPN untuk memberantas mafia tanah.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah warga membangun sarana MCK (mandi, cuci, kakus) di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Ahad (7/3/2021). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Ciliwung membutuhkan anggaran sebesar Rp 5 triliun.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Sejumlah warga membangun sarana MCK (mandi, cuci, kakus) di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Ahad (7/3/2021). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Ciliwung membutuhkan anggaran sebesar Rp 5 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku terdapat hambatan dalam proses pembebasan lahan untuk program normalisasi kali ataupun sungai terkait pengendalian banjir di Ibu Kota. Ariza menyebut, hambatan itu, yakni adanya kasus mafia tanah yang marak terjadi di Jakarta. 

"Kami sendiri terkait penanganan banjir, termasuk yang menjadi lambat terkait pembebasan lahan normalisasi. Karena terkait masalah sengketa lahan, masalah tanah, kepemilikan, dan sebagainya dan juga mafia-mafia tanah," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Selasa (9/3).

Oleh karena itu, Ariza mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan juga Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tujuannya, dia menjelaskan, untuk memberantas mafia tanah, memberikan hak kepada masyarakat yang memiliki tanah dengan baik dan memanfaatkan lahan untuk kepentingan ruang terbuka hijau (RTH), pemakaman, hutan kota, taman, jalan, terutama program pengendalian banjir, pembangunan waduk, dan normalisasi. "Karena memang di Jakarta ini banyak sekali masalah sengketa tanah lahan dan mafia-mafia tanah," ujarnya. 

Menurut politisi Partai Gerindra itu, masalah kepemilikan lahan atau tanah menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi seluruh pihak terkait. Dia menjelaskan, masalah itu terkait aspek mendapatkan legalitas terhadap lahan sebagai aset milik pemerintah ataupun swasta, dan milik masyarakat.

Ia menuturkan, perlu ada regulasi yang tegas mengatur dan menjadi solusi terkait permasalahan tersebut. "Ini memang PR yang tidak mudah, soal aset kita tahu tanah ini adalah satu aset. Saya sering menyampaikan tidak bisa dikloning, tidak bisa dikembangkan, sementara penduduk bertambah," tutur dia. 

Baca juga : Komisi X Sambut Baik Jika Kapolri Izinkan Kegiatan Musik

"Artinya, suplai ini tidak seimbang, dibutuhkan banyak, tapi tanahnya tidak bertambah. Untuk itu, perlu ada kebijakan yang komprehensif yang baik terkait peruntukan tanah, pemanfaatan tanah, dan sebagainya," kata Ariza lagi.

Sebelumnya, Ariza menyebut, terdapat dua hambatan utama dalam melakukan pembebasan lahan untuk normalisasi sungai sebagai upaya mengatasi banjir. "Satu, masalahnya banyak yang bersengketa, masih di pengadilan," kata Ahmad Riza Patria di Jakarta, Jumat (5/3) malam.

Dengan begitu, Pemprov DKI membutuhkan waktu menunggu proses sengketa lahan bisa diselesaikan terlebih dahulu, sebelum melakukan pembebasan lahan. Hambatan kedua, dia menambahkan, yakni terbatasnya anggaran untuk melakukan pembebasan lahan di wilayah DKI Jakarta. "Kedua, masalah anggarannya, kami kan punya keterbatasan," katanya.

Riza Patria menjelaskan, Pemprov DKI sudah menganggarkan sampai dengan tahun 2024 sekitar Rp 5 triliun hanya untuk pembebasan lahan bagi pekerjaan normalisasi di aliran Sungai Ciliwung. Apabila dibandingkan dengan daerah lain, kata dia, anggaran tersebut masih jauh lebih besar.

Ia memberi contoh pembebasan lahan dan waduk di Ciawi dan Sukabumi, Jawa Barat, yang menelan sekira Rp 1,3 triliun, tetapi sudah mendapatkan waduk berkapasitas besar. "Angka sebesar itu buat pembebasan lahan di Jakarta tidak cukup. Kami anggarkan sampai 2024 tidak kurang Rp 5 triliun untuk pembebasan lahan saja. Untuk normalisasi, belum yang lain-lain. Itu pun baru Ciliwung, belum sungai lain," katanya.

Baca juga : Robinho Dijatuhi Hukuman 9 Tahun karena Kasus Perkosaan

Sementara itu, anggaran yang dibutuhkan untuk membuat konstruksi di aliran sungai atau sheet pile jauh lebih murah yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 370 miliar. Ia menargetkan hingga 2022, pembebasan lahan di aliran Sungai Ciliwung sudah bisa dirampungkan dan memerlukan dukungan dari DPRD DKI dan pemerintah pusat.

Namun, ia belum memerinci daerah mana yang akan dilakukan pembebasan lahan untuk mengatasi banjir karena memerlukan beberapa tahapan. Adapun, beberapa aliran sungai yang menjadi perhatian, misalnya Kali Pesanggrahan, Sunter, Angke, atau Ciliwung. "Semua tentu ada tahapannya, menjadi perhatian, tapi ada prioritasnya," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement