Selasa 09 Mar 2021 13:27 WIB

BPOM: Negara Berpopulasi Muslim Izinkan Vaksin AstraZeneca

Vaksin AstraZeneca digunakan di Arab Saudi, Malaysia, Maroko, hingga Mesir.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.
Foto: ANTARA/HO/Humas BPOM
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan sejumlah negara dengan populasi Muslim dominan juga menerbitkan persetujuan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) terhadap produk vaksin AstraZeneca.

"Di berbagai negara sudah berikan juga EUA. Demikian juga di beberapa negara Islam sudah diberikan di Kerajaan Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab juga sudah memberikan (izin). Kuwait, Maroko, Bahrain, Mesir dan lainnya," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam peluncuran izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca secara daring di Jakarta, Selasa (9/3).

Penny mengatakan, vaksin yang dikembangkan peneliti di Inggris dan Belgia itu juga sudah memperoleh EUA dari mayoritas negara di kawasan Eropa. Sementara di Indonesia, BPOM telah menerbitkan persetujuan izin penggunaan darurat terhadap produk vaksin AstraZeneca bernomor EUA 2158100143A1 pada 22 Februari 2021.

Meskipun sejumlah negara di dunia telah menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca, namun otoritas terkait di Indonesia tetap melakukan pengawasan intensif terhadap potensi kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) dari penyuntikan vaksin kepada masyarakat.

"Bisa saja terjadi (KIPI), sebab respons individu tentunya berbeda. Bisa jadi beberapa kejadian cukup serius. Dari otoritas obat di masing-masing negara akan melakukan investigasi dan dilaporkan secara transparan kepada masyarakat dunia. Kita masih tunggu," kata Penny.

Dia menambahkan, tidak semua vaksin harus dilakukan uji klinis di Indonesia. Faktor terpenting adalah laporan data mutu, khasiat dan keamanan dari hasil uji klinik yang telah dilakukan berbagai negara pengguna vaksin. "Untuk mengetahui khasiat dan keamanannya tidak harus dilakukan di Indonesia, selama valid dan kalau sudah dapat UEA akan lebih baik lagi," kata Penny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement