Selasa 09 Mar 2021 10:01 WIB

Permintaan Bibit Kelinci Meningkat Saat Pandemi

Harga kelinci asli keturunan New Zealand induk sekitar Rp 3 juta per pasang.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Peternak memberi makan kelinci jenis Australia (ilustrasi).
Foto: YUSUF NUGROHO/ANTARA
Peternak memberi makan kelinci jenis Australia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Permintaan bibit kelinci di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah meningkat di saat pandemi Covid-19. "Permintaan bibit kelinci saat pandemi ini juga heboh seperti tanaman hias dan ikan hias," kata Damar Triyanto, peternak kelinci di Dusun Citran, Desa Parimono, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (9/3).

Dia menyebutkan, permintaan bibit kelinci per pekan bisa mencapai 100 ekor. "Di masa pandemi tidak mengurangi minat untuk ternak kelinci, bahkan semakin banyak. Mungkin mereka yang terkena PHK ingin mencoba ternak kelinci dari pada menganggur dan ternak kelinci memang menjanjikan," kata Damar.

Menurut dia, menjual kelinci sekarang sangat mudah kalau ada bibit yang bagus, melalui model online (daring). Mereka yang pesan tidak hanya dari sekitar Magelang saja, tetapi bisa luar daerah atau luar provinsi.

Dia menyebutkan, jenis yang diternak 95 persen jenis New Zealand white, untuk harga kelinci asli keturunan New Zealand induk sekitar Rp 3 juta per pasang. Adapun harga anakan umur 78 hari sekitar Rp 1 juga hingga Rp 1,5 juta per pasang.

Kemudian untuk tipe kedua B cross atau hasil persilangan harga indukan Rp 800 ribu hingga Rp 900 ribu per pasang dan anakan sekitar Rp 350 ribu per pasang. Selanjutnya tipe lokal New Zealand atau sudah lama bermukim di sini tetapi tetap generasi New Zealand lebih murah. Indukan rata-rata Rp 300 ribu-Rp 400 ribu per pasang dan anakan sekitar Rp 150 ribu hingga Rp200 ribu per pasang.

Damar menyampaikan beternak kelinci sekarang lebih mudah, karena sudah tersedia pakan berupa pelet, sehingga tidak perlu mencari rumput. "Di pasar banyak tersedia pelet untuk kelinci yang kebutuahan proteinnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan protein kelinci, sekitar 17-18 persen protein nabati bukan hewani," kata Damar.

Damar yang juga membuka warung satai kelinci di Jalan Palbapang-Borobudur, Kabupaten Magelang menuturkan, untuk stok daging kelinci pada masa pandemi Covid-19 cenderung melimpah. Hal itu karena daya serap cenderung berkurang akibat kondisi warung agak sepi, bahkan beberapa warung dengan menu daging kelinci tutup.

Usaha warung satai kelinci kebanyakan di daerah wisata, kata dia, padahal kunjungan wisata di masa pandemi sepi sehingga juga berdampak pada kondisi warung. Sebelum pandemi, pihaknya sempat kesulitan mencari daging kelinci di Magelang.

"Maka kami harus mendatangkan dari Ngawi atau Bogor, tetapi saat ini kebutuhan daging kelinci datang sendiri, karena banyak yang menawarkan ke warung kami," kata Damar.

Dia menyebutkan, untuk memenuhi daging di warung satenya bukan hanya dari ternaknya, tetapi justru lebih banyak dibeli dari peternak lain. "Alhamdulilah di masa pandemi ini untuk mencukupi kebutuhan warung, rata-rata lima ekor per hari, kalau sebelum pandemi kebutuhan bisa 7 sampai 10 ekor per hari," kata Damar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement