Senin 08 Mar 2021 13:54 WIB

Petani Pertanyakan Tujuan Impor Beras

Sejumlah indikator perberasan menunjukkan tren positif dan stabil.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menumpuk gabah kiriman dari petani di Gudang Perum BULOG di Kampung Legok, Serang, Banten, Jumat (5/3). Rencana pembukaan keran impor beras sebanyak 1 juta ton tahun ini dipertanyakan petani.
Foto: ASEP FATHULRAHMAN/ANTARA
Pekerja menumpuk gabah kiriman dari petani di Gudang Perum BULOG di Kampung Legok, Serang, Banten, Jumat (5/3). Rencana pembukaan keran impor beras sebanyak 1 juta ton tahun ini dipertanyakan petani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembukaan keran impor beras sebanyak 1 juta ton tahun ini dipertanyakan petani. Pasalnya, sejumlah indikator perberasan dalam negeri dalam tren positif sehingga dinilai tidak diperlukan tambahan impor. Petani berharap pemerintah membatalkan rencana impor.

Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara, Suryo Wiyono, mengatakan, sesuai prediksi BPS, produksi beras tahun ini mengalami peningkatan dari tahun lalu. Di sisi lain, situasi harga gabah cukup rendah yakni berkisar Rp 3.600-Rp 4.000 per kilogram (kg). Rendahnya harga lantaran tingkat kadar air yang tinggi imbas curah hujan.

Baca Juga

Adanya sejumlah bencana banjir di berbagai daerah, menurut Suryo, juga tidak signifikan menghambat produksi gabah petani pada musim pertama tahun ini.

"Tahun 2017 rencana impor dibuka itu kita mengerti karena produksi turun ada serangan hama wereng. Tapi saat ini tidak ada hama penyakit atau bencana alam yang masik. Jadi untuk apa impornya? kata Suryo kepada Republika.co.id, Senin (8/3).

Melihat situasi perberasan dalam negeri saat ini, Suryo mengatakan kondisi masih cukup normal sehingga produksi petani masih mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Dibukanya keran impor diyakini akan langsung mempengaruhi psikologis pasar dan menekan harga gabah hasil petani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement