Senin 08 Mar 2021 13:33 WIB

Prinsip Kritik Aswaja Terhadap Pemerintah

Apa saja prinsip-prinsip aswaja dalam mengkritik pemerintah?

Ustadz Rakhmad Zailani Kiki, Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta
Foto: Istimewa
Ustadz Rakhmad Zailani Kiki, Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rakhmad Zailani Kiki; Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta/Sekretaris Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN)

Umat Islam yang berpaham ahlussunah wal jama'ah (aswaja) terutama paham aswaja annahdliyah atau yang dianut oleh NU, sering mendapat sorotan dari sebagian kelompok umat Islam lainnya ketika menyangkut urusan politik, terlebih dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. NU dianggap lembek, tidak tegas, bahkan dianggap tidak peduli. Padahal, menurut kelompok umat Islam ini, pemerintah sudah tidak adil dan zalim.

Kenyataanya, mereka ini belum paham betul tentang pemahaman keislaman NU dalam bidang siyasah atau politik. Dalam hal ini menyangkut prinsip dalam mengkritik pemerintah, yang pemahamannya bukan pemahaman baru, dibuat oleh NU sendiri, tetapi merupakan turats, warisan intelektual dari ulama aswaja yang sejati.

Penganut paham aswaja yang sejati, terutama dari kalangan ulama, sangat memahami bahwa mengkritik pemerintah bukanlah perkara yang dilarang. Namun harus berpegang pada prinsip-prinsip yang bersumber dari ajaran Islam itu sendiri.

Jangan sampai ketika mengkritik pemerintah, malah jatuh kepada perkara bughat atau memberontak kepada pemerintah. Padahal, hukuman bagi pelaku bughat sangat keras dalam Islam. Apa saja prinsip-prinsip aswaja dalam mengkritik pemerintah?

Pertama,  mengkritik pemerintah harus dengan data yang benar dan untuk menegakkan keadilan, dan ini sebaik-baiknya bentuk jihad. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Jihad paling utama adalah kalimat adil di depan pemimpin yang tidak adil.”(HR Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi).

Kedua, mengkritik pemerintah harus yang membangun dan mengoreksi kekurangan guna kemajuan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan sendiri. Apalagi menimbukan hinaan dan cacian ujaran kebencian. Karena Rasulullah SAW sangat melarang hal tersebut.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang menghinakan pemimpin Allah di muka bumi, maka Allah akan hinakan dia.” (HR at-Tirmidzi).

Ketiga, dalam mengkritik pemerintah yang terpenting adalah tersampaikannya materi kritik. Rasulullah SAW mengajarkan di antaranya, tata cara, menyampaikannya adalah tidak di hadapan publik, tapi disampaikan langsung menemuinya.

Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Jika penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya." (HR Imam Ahmad).

Keempat, jika memang terpaksa menyampaikan kritik terhadap pemerintah harus di depan publik, apalagi di era media sosial saat ini, maka kritikan tidak boleh menimbulkan kebencian, cacian, menyulut untuk terjadinya perusakan fasilitas umum. Apalagi melakukan pemberontakan, walapun pemerintah telah berbuat kedzaliman. Hal tersebut sangatlah tidak dibenarkan.

Habib Abdillah bin Husein Baalawy dalam kitabnya Is’adurrafiq menyatakan bahwa termasuk hal-hal yang diharamkan adalah setiap ucapan yang memicu seseorang untuk berbuat tidak baik, mencaci, menghina, jahat ataupun merusak. Terkait pemerintah yang melakukan kedzaliman, Imam Abu Ja'far al-Thahawi di dalam kitabnya berjudul Al-Aqidah At-Thahawiyyah menyatakan bahwa aswaja tidak memiliki konsep menggulingkan pemerintahan yang sah, meskipun mereka telah berbuat kedzaliman.

Kelima, tidak memaksakan kritik terhadap pemerintah dan bersikap sabar seraya terus berdzikir dan bertaqarrub kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa pun yang tidak menyukai sesuatu (kebijakan) dari amirnya, maka bersabarlah. Karena siapa pun yang keluar sejengkal pun dari sulthannya (kekuasaannya), maka --dikhawatirkan-- dia mati dalam kondisi jahiliyah." (HR Bukhari).

Di hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat pemimpin-pemimpin yang mementingkan kepentingan pribadi, maka bersabarlah hingga kelak kalian bertemu denganku (di akhirat).” (HR Bukhari).

Allah SWT berfirman dalam sebuah hadtis qudsi, melalui sabda Rasulullah SAW: “Akulah Allah. Tiada tuhan selain Aku. Aku penguasa segala kerajaan dan Raja dari segala raja. Qalbu semua raja berada dalam genggaman-Ku. Dan sesungguhnya seluruh hamba, jika mereka menaati-Ku, niscaya Aku akan menjadikan qalbu raja-raja mereka berbelas kasihan kepada mereka.

Dan sesungguhnya jika hamba-hamba itu mendurhakai-Ku, niscaya Aku akan menjadikan qalbu raja-raja mereka keras dan dzalim, lalu menimpakan berbagai siksa ke atas mereka. Jangan bersusah payah untuk berdoa ke atas raja-raja itu disebabkan oleh kejahatan mereka, tetapi kerahkanlah diri kalian untuk berzikir dan taqarrub kepada-Ku, niscaya Aku akan lindungi kalian dari -kedzaliman raja-raja kalian.” (Hadits riwayat Imam Ath-Thabrani).

Akhir kalam, kesimpulannya, bagi siapa saja yang mengabaikan kelima prinsip di atas, maka dia bukanlah bagian dari aswaja yang sejati dan wajib hukumnya tidak bersama dan bergabung dengan mereka yang mengabaikan kelima prinsip ini dalam mengkritik pemerintah, sebagus apapun konsep dan narasi yang mereka usung.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement