Senin 08 Mar 2021 06:01 WIB

 LP Ma'arif NU Pernah Sampaikan Masukan Peta Diknas

Peta jalan pendidikan menjadi pengikat para pengambil kebijakan di bidang pendidikan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agus Yulianto
Ketua LP Maarif NU Pusat Arifin Junaid.
Foto:

Menurut Arifin, visi pendidikan di masa depan seharusnya mendasarkan diri pada dimensi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Cita-cita besar para pendiri bangsa tetap harus menjadi orientasi kebangsaan dalam mendesain kebijakan pendidikan di masa depan.

Dia mengungkapkan, peta jalan pendidikan seharusnya merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku. Baik UU maupun PP Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) perlu dijadikan rujukan. Ini karena merupakan komponen penting yang seharusnya menjadi landasan analisis kritis dalam penyusunan peta jalan pendidikan.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengkritik Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang diluncurkan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dia mengatakan, Peta Jalan Pendidikan Nasional tidak sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945.

Dia menemukan hilangnya frasa 'agama' merupakan bentuk melawan konstitusi (inkonstitusional). Menurut hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya, yakni peraturan pemerintah, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UUD 1945, dan Pancasila.

 

Hilangnya frasa 'agama', menurutnya sebagai bentuk nilai dari dampak pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sikdisnas yang menjelaskan secara eksplisit agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement