Ahad 07 Mar 2021 06:26 WIB

Demonstran Myanmar Gunakan Jemuran Sebagai Penahan Serangan

Secara tradisional berjalan di bawah jemuran longyi dipercaya membawa nasib buruk

Rep: Dwina Agustin/ Red: Gita Amanda
 Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan saat mereka berkumpul di jalan selama protes anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, 05 Maret 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut pada 05 Maret meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin meningkat oleh pasukan keamanan. Lebih dari 50 orang tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan, sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.
Foto: EPA-EFE/KAUNG ZAW HEIN
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan saat mereka berkumpul di jalan selama protes anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, 05 Maret 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut pada 05 Maret meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin meningkat oleh pasukan keamanan. Lebih dari 50 orang tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan, sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para pengunjuk rasa di Myanmar telah merangkai pakaian perempuan di tali seperti halnya saat menjemur pakaian, untuk memperlambat polisi dan tentara. Cara ini dilakukan karena berjalan di bawah jemuran itu secara tradisional dianggap membawa sial bagi laki-laki.

Kain penutup seperti sarung, khas Myanmar, yang dikenal sebagai longyi, digantung pada tali jemuran. Terkadang pakaian dalam perempuan juga digunakan.

Baca Juga

"Alasan mengapa kami menggantung longyi di seberang jalan adalah karena kami memiliki kepercayaan tradisional bahwa jika kami lewat di bawah longyi, kami mungkin kehilangan keberuntungan," kata seorang pengunjuk rasa berusia 20 tahun yang menolak menyebutkan namanya karena takut menjadi incaran petugas.

Secara tradisional berjalan di bawah barang-barang yang digunakan untuk menutupi bagian pribadi perempuan bukan hanya nasib buruk, tetapi juga mengebiri pria. "Generasi muda sekarang tidak percaya lagi, tapi tentara masih percaya, dan itu kelemahan mereka. Jadi, kita mungkin mendapat lebih banyak waktu untuk lari jika mereka mendatangi kita dalam keadaan darurat," ujar demonstran itu dilansir dari Reuters.

Video di media sosial menunjukkan polisi menurunkan jemuran tersebut sebelum melintasinya. Jemuran pakaian itu tidak menghentikan polisi menggunakan gas air mata, peluru karet dan granat kejut. Beberapa pengunjuk rasa juga terbunuh oleh peluru tajam. Tentara mengatakan telah menanggapi protes dengan menahan diri.

Selama lebih dari satu bulan, pengunjuk rasa telah berdemonstrasi di seluruh Myanmar menentang kudeta militer 1 Februari dan penangkapan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan ratusan lainnya. Lebih dari 50 pengunjuk rasa telah dibunuh oleh pasukan keamanan.

Tentara merebut kekuasaan dengan tuduhan penipuan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi. Padahal komisi pemilihan telah menepis tuduhan kecurangan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement