Jumat 05 Mar 2021 20:43 WIB

ITMI Minta MUI Sertakan Ulama Disabilitas

Diskriminasi terhadap tunanetra masih terjadi di tempat-tempat ibadah

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: A.Syalaby Ichsan
Penyandang tunanetra membaca Al Quran braile di masjid komplek Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Netra (PPSDN)
Foto: Antara/Anis Efizudin
Penyandang tunanetra membaca Al Quran braile di masjid komplek Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Netra (PPSDN)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Sekretaris Jenderal Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Yogi Madsuni mengungkapkan, agar ulama-ulama disabilitas dapat dirangkul dalam organisasi keagamaan nasional, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tujuannya, agar disabilitas dapat terwakili dan tersampaikan aspirasinya dengan baik.

“Pertama, MUI adalah bagian dari perkumpulan ulama-ulama Indonesia yang memberikan penyuluhan dan bimbingan bagi seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas,” jelas Yogi kepada Republika.co.id, dalam pertemuan virtual, Jumat (5/3).

Kedua, lanjut dia, MUI perlu menyertakan ITMI dalam bidang-bidang keagamaan, misalnya fiqih. Pasalnya, dia menjelaskan,  mengajarkan orang awas (bisa melihat) dengan tunanetra itu berbeda. Tidak hanya bisa dijelaskan atau diperlihatkan prakteknya. Terlebih dengan bahasa fiqih yang cukup rumit dalam fikih ibadah bagi tunanetra.

"Salah satu solusinya adalah dengan penyertaan para disabilitas dalam keanggotaan MUI sehingga pengajaran dan pembahasan mengenai fikih bagi disabilitas dapat lebih diperdalam,” ujar dia.

 

Dia menegaskan, masih tingginya tingkat diskriminasi bagi kaum disabilitas. Tunanetra, kata dia, hingga saat ini masih belum terfasilitasi dengan baik, baik dari segi layanan maupun sarana dan prasarana.

“Sampai saat ini juga masih banyak diskriminasi yang kami terima. Salah satunya adalah masih rendahnya kesadaran pemerintah untuk menyediakan layanan bagi tunanetra maupun disabilitas lainnya, baik dari sisi pendidikan, kesehatan maupun fasilitas publik lainnya,” ujar Yogi.

Diskriminasi ini, kata dia, juga terjadi di tempat-tempat ibadah, mulai dari minimnya guiding bloc (jalur pemandung bagi tunanetra) hingga fasilitas bagi disabilitas lainnya. “Ketika kita masuk masjid misalnya, kita sulit mencari tempat wudhu karena banyak yang acuh tidak acuh, selain itu saat mencari shaf sholat juga sulit jadi tak jarang kami harus menabrak orang sana sini,” kata dia.

“Pernah saya ke satu masjid dan karena saya tidak tau arah kiblatnya jadi saya asal sholat saja, dan orang-orang disana juga hanya menertawakan saja, nah ini yang saya pikir harus diubah, dan masyarakat perlu diedukasi tentang penanganan disabilitas,” sambungnya.

Dia pun berharap pemerintah dapat memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas, baik fisik maupun non fisik seperti pengadaan layanan ramah disabilitas di tiap-tiap sarana publik. Islam, kata Yogi juga merupakan agama yang tidak mendiskriminasikan pemeluknya, baik dari fisik maupun mental.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement