Jumat 05 Mar 2021 15:26 WIB

Perselisihan Soal Dubes Myanmar di PBB Dihindari

Pengganti yang ditunjuk junta militer Myanmar untuk PBB mengundurkan diri

Red: Nur Aini
Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun
Foto: ABC
Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perselisihan soal siapa yang mewakili Myanmar di PBB pascakudeta militer 1 Februari dihindari untuk saat ini, setelah pengganti yang ditunjuk oleh junta militer mundur dan misi Myanmar di PBB memastikan bahwa Kyaw Moe Tun masih menjadi duta besar Myanmar.

Kyaw Moe Tun dipecat oleh junta pada Sabtu, sehari setelah dirinya mendesak negara-negara di Majelis Umum PBB beranggotakan 193 negara menggunakan "segala cara yang diperlukan" untuk membatalkan kudeta, yang menggulingkan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. Pada Ahad (28/2), misi Myanmar di PBB mengatakan bahwa wakil Kyaw Moe Tun, Tin Maung Naing, akan menjadi penjabat utusan PBB. Keesokan harinya, Kyaw Moe Tun secara resmi mempertaruhkan klaimnya untuk tetap menjadi perwakilan yang sah - tugas yang diembannya sejak Oktober - melalui sebuah surat kepada PBB. Klaim rival memunculkan harapan Majelis Umum PBB harus membahas isu tersebut.

Baca Juga

Pada Rabu (3/3) misi Myanmar mengatakan kepada PBB bahwa Tin Maung Naing mundur dan Kyaw Moe Tun tetap menjadi dubes Myanmar. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan pada Minggu "sebaiknya diabaikan." Para Diplomat Myanmar di Kedubes Washington juga memberikan sinyal putus hubungan dengan Junta pada Kamis, mengeluarkan sebuah pernyataan atas nama kedubes yang mengecam kematian warga sipil dalam demonstrasi menentang kudeta.

Perwakilan Myanmar di PBB dapat bermasalah lagi jika junta militer berusaha menunjuk dubes baru.Kepolisian Myanmar membubarkan massa dengan gas air mata dan tembakan di sejumlah tempat pada Kamis (4/3) saat massa kembali turun ke jalan. Massa tidak peduli dengan banyaknya korban tewas dalam penindakan keras terhadap pemrotes kudeta.

Dewan Keamanan PBB akan membahas soal Myanmar pada pertemuan tertutup Jumat, menurut para diplomat. Dewan beranggotakan 15 anggota itu menyuarakan keprihatinannya atas status darurat di Myanmar, tetapi tidak lagi mengecam kudeta lantaran adanya penentang dari Rusia dan China.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement