Jumat 05 Mar 2021 12:19 WIB

Pandemi Covid-19 Picu Tren "Health-Signalling"

Seseorang punya kepedulian lebih besar terhadap kesehatannya dan lingkungan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Friska Yolandha
Seorang pasien COVID-19 berolah raga di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Hingga satu tahun berselang, pada 1 Maret 2021, pemerintah mencatat ada 1.341.314 kasus positif COVID-19 di Indonesia sejak pengumuman kasus pertama. Dari jumlah kasus tersebut, 1.151.915 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh sementara 36.325 orang lainnya meninggal dunia.
Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO
Seorang pasien COVID-19 berolah raga di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Hingga satu tahun berselang, pada 1 Maret 2021, pemerintah mencatat ada 1.341.314 kasus positif COVID-19 di Indonesia sejak pengumuman kasus pertama. Dari jumlah kasus tersebut, 1.151.915 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh sementara 36.325 orang lainnya meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama pandemi Covid-19, pernahkah Anda mengirimkan foto atau video kegiatan olahraga, jumlah langkah yang direkam via aplikasi, atau makanan sehat buatan sendiri? Menurut pengamat kebugaran, itu disebut dengan health-signalling.

Disengaja maupun tidak, seseorang punya kecenderungan untuk menunjukkan sinyal bahwa dirinya sehat. Tren tersebut kian mengemuka sejak merebaknya pandemi. Namun, sebenarnya kebiasaan demikian sudah ada sejak masa lampau.

Berdasarkan sejarah, kebiasaan tersebut sudah tercatat sejak masa Yunani kuno. Kala itu, perempuan ideal adalah yang memiliki pipi memerah, tanda kesuburan dan awet muda. Dari sanalah ide rona merah di pipi identik dengan kesehatan mulai muncul.

Sinyal kesehatan juga populer di era abad pertengahan, di mana seseorang ingin menunjukkan dirinya bebas dari penyakit. Pada masa media sosial seperti sekarang, implementasinya bisa berupa unggahan di Instagram atau status Whatsapp.

Ditambah lagi, di tengah pandemi, 'terlihat sehat' telah menjadi bentuk mata uang sosial, semacam persyaratan untuk kontak langsung dan bentuk interaksi lain. Pendiri Cult Beauty, Alexia Inge, menganggap gelombang baru sinyal kesehatan ini cukup menarik.

"Banyak orang sangat ingin membuktikan status negatif Covid-19 sehingga dengan senang hati membagikan setiap indikator kesehatan seluas mungkin. Hitung saja jumlah stiker "Saya telah divaksin" yang diposting di media sosial untuk melihatnya," kata dia.

Inge berpendapat, tren ini jadi penanda perubahan sikap khalayak terkait kesehatan. Selain aneka dampak negatif dari pandemi, ada juga sisi positif di mana masyarakat punya kepedulian yang lebih besar mengenai kesehatan diri dan lingkungannya.

"Pandemi mendorong kesadaran yang lebih dalam tentang perlunya merawat kesehatan mental dan fisik. Banyak orang mulai membuat prioritas ulang pada kesehatan," ujar Inge, dikutip dari laman Glamour Magazine, Jumat (5/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement