Jumat 05 Mar 2021 10:38 WIB

Biaya Politik Mahal Disebut Jadi Salah Satu Sumber Oligarkhi

Kandidat capres sulit memenuhi biaya sendiri.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Joko Sadewo
Anggota DPR Masinton Pasaribu (kiri) dan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman menjadi pembicara dalam Kegiatan Dialog Pakar dan Launching Buku Demokrasi dan Oligarkhi, di Jakarta, Kamis (4/3).
Foto: istimewa/doc panitia
Anggota DPR Masinton Pasaribu (kiri) dan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman menjadi pembicara dalam Kegiatan Dialog Pakar dan Launching Buku Demokrasi dan Oligarkhi, di Jakarta, Kamis (4/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota DPD RI Tamsil Linrung mengatakan demi tegaknya demokrasi maka praktik oligarki harus dilawan. Saat ini tidak hanya terjadi krisis ekonomi, tetapi juga resesi demokrasi.

"Oligarki saat ini tumbuh sehat. Dinasti politik menguat. Politik turun temurun adalah salah satu wajah oligarki di negeri ini," katanya dalam diskusi yang bertema 'Demokrasi dan Oligarki' secara virtual di Jakarta, Kamis (4/3).

Kemudian, ia melanjutkan oligarki menjadi kuat disebabkan oleh dua hal. Pertama, politik di Indonesia itu biayanya sangat mahal. Untuk pemilihan presiden biayanya mencapai triliunan rupiah. Angka ini fantastis dan sulit bahkan mustahil dipenuhi oleh kandidat secara mandiri. Maka, kandidat pilpres berjejaring dengan para pengusaha. Sehingga menjadi cikal bakal terbentuknya oligarki.

Kedua, adanya sistem pemilu presidential threshold, selain mengerdilkan demokrasi, juga menjadi sumber petaka oligarki. Untuk mengusung calon presiden, partai politik sejak awal harus bersekutu demi memenuhi ambang batas pencalonan. Padahal, ambang batas tidak lebih dari keengganan partai politik besar memunculkan figur-figur alternatif dalam kontestasi pilpres.

Ia menambahkan oligarki cenderung mengandalkan kekuatan finansial dan suara masyarakat dikalkulasi dalam nominal rupiah. Masyarakat telah dididik melihat pesta demokrasi sebagai musim amplop. "Oligarki harus dilawan, tidak boleh dibiarkan tumbuh subur, menjadi kanker yang menggerogoti demokrasi. Sebab, oligarki mereduksi partisipasi politik dan kedaulatan masyarakat yang secara keseluruhan berujung pada tumbuhnya sikap anti demokrasi," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement