Kamis 04 Mar 2021 16:00 WIB

Tiga Polisi Myanmar Cari Perlindungan ke India

Tiga polisi itu melarikan diri karena tak patuhi instruksi junta militer.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Seorang petugas polisi anti huru-hara Myanmar mengarahkan peluncur gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 03 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar dalam pertemuan pada 2 Maret, ketika protes berlanjut di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan.
Foto: EPA-EFE/LYNN BO BO
Seorang petugas polisi anti huru-hara Myanmar mengarahkan peluncur gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 03 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar dalam pertemuan pada 2 Maret, ketika protes berlanjut di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Tiga polisi Myanmar menyeberang ke negara bagian Mizoram di timur laut India untuk mencari perlindungan. Pengawas polisi distrik Serchhip Mizoram, Stephen Lalrinawma mengatakan, ketiga polisi itu melarikan diri karena tidak mematuhi instruksi dari junta militer.

"Apa yang mereka katakan adalah, mereka mendapat instruksi dari aturan militer yang tidak mereka patuhi sehingga mereka melarikan diri," ujar Lalrinawma.

Baca Juga

India dan Myanmar berbagi wilayah perbatasan darat sepanjang 1.643 kilometer. Tiga polisi itu melarikan diri setelah militer Myanmar melakukan kudeta dan mengambil alih pemerintahan sipil pada 1 Februari lalu.

Militer menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh politik berpengaruh lainnya. Selain itu, militer sempat mematikan layanan internet untuk membungkam kritik para aktivis dan masyarakat di media sosial. Kudeta militer tersebut menuai kecaman dan aksi protes besar-besaran di Myanmar.

Militer menyatakan, kudeta dilakukan karena ada kecurangan dalam pemilu 8 November, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi. Komisi Pemilihan Umum Myanmar menolak tuduhan tersebut. Kudeta militer menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk warga Myanmar yang menginginkan demokrasi.

Baca juga : Jenazah Kyal Sin, Remaja Demonstran di Myanmar Dimakamkan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat sekurangnya 38 orang terbunuh dalam hari paling berdarah pada Rabu (3/2) menyusul protes massa antikudeta di Myanmar. Pemerintah militer justru meningkatkan cengkeramannya dalam menentang kecaman internasional atas tindakan keras junta terhadap pengunjuk rasa.

Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengatakan, lebih dari  50 orang tewas secara total sejak pengambilalihan militer. Sementara, lebih banyak lagi yang terluka. "Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi," katanya tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement