Kamis 04 Mar 2021 08:25 WIB

Terkait Militer Myanmar, Perusahaan Jepang Terancam Sanksi

Produsen minuman asal Jepang menjalin hubungan bisnis dengan militer Myanmar.

Produsen minuman asal Jepang, Kirin Holdings Ltd Co.
Foto: wikimedia.org
Produsen minuman asal Jepang, Kirin Holdings Ltd Co.

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Bank Sentral Norwegia mengatakan pada Rabu (3/3) bahwa pihaknya telah menempatkan Kirin Holdings Ltd Co dalam daftar pantauan untuk kemungkinan dikeluarkan dari pendanaan investasi yang dikelola negara senilai 1,3 triliun dolar AS atau sekitar Rp 18,2 kuadriliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS). Perusahaan minuman asal Jepang ini dipantau terkait hubungan yang dimilikinya dengan bisnis militer Myanmar.

"Kirin baru-baru ini mengumumkan niat untuk mengakhiri kerja sama bisnis ini, dan pelaksanaannya akan ditindaklanjuti sebagai bagian dari pantauan," kata bank sentral itu dalam sebuah pernyataan.Kirin Holdings tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar oleh Reuters.

Baca Juga

Raksasa minuman itu mengatakan pada 5 Februari akan membatalkan usaha patungan yang disebut Myanmar Brewery, di mana saham pengendali Kirin bernilai hingga 1,7 miliar dolar AS (Rp 23,8 kuadriliun), setelah tentara melakukan kudeta yang menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis. Namun, di akhir bulan, Kirin mengatakan masih ingin tetap menjual bir di Myanmar.

Norges Bank Investment Management, yang mengelola dana investasi terbesar di dunia, memegang 1,29 persen saham Kirin Holdings pada akhir tahun 2020 dengan nilai 277,1 juta dolar. Dana negara Norwegia, yang secara resmi disebut Dana Global Pensiun Pemerintah memiliki sekitar 1,5 persen dari semua saham yang terdaftar secara global.

Memegang saham di sekitar 9.100 perusahaan di seluruh dunia, badan usaha milik negara itu mempertimbangkan langkahnya atas sejumlah masalah di bidang lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan (ESG), dan keputusannya sering kali diikuti oleh investor lain. Bank itu secara terpisah mengatakan akan mengizinkan dananya untuk berinvestasi lagi di Polandia, Atal SA, yang telah dikecualikan sejak 2017 karena risiko pelanggaran hak asasi manusia melalui penggunaan pekerja Korea Utara di lokasi konstruksi Polandia.

Baca juga : Indonesia Desak Militer Myanmar Hentikan Tindakan Kekerasan

"Sebagai hasil dari resolusi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, semua pekerja Korea Utara kini telah dikirim keluar dari Polandia. Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan untuk mengecualikan perusahaan tersebut," kata Norges Bank.

Atal tidak segera menanggapi email yang meminta komentar. Perusahaan ketiga, Thyssenkrupp AG Jerman, akan menjadi subjek proses 'kepemilikan aktif' karena manajemen dana itu berusaha untuk menyelidiki kerja anti korupsi perusahaan, kata bank Norges.

"Norges Bank telah berdialog dengan perusahaan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, kami memiliki dasar yang baik untuk kepemilikan aktif atas masalah-masalah yang terkait dengan masalah ini," kata bank sentral itu.

Lembaga Dana tersebut memegang 1,3 persen saham di perusahaan Jerman pada akhir tahun 2020 senilai 147,1 juta dolar AS (Rp 2 triliun).Thyssenkrupp tidak segera menanggapi email yang meminta komentar.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement