Soal Otsus Papua, Fraksi PKS: Libatkan Berbagai Stakeholder

Pemerintah sebaiaknya membuka keran demokrasi melaui dialog.

Rabu , 03 Mar 2021, 12:04 WIB
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah (F-PKS), melakukan Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) ke sekolah swasta SMP Presiden Bekasi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/5).
Foto: istimewa
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah (F-PKS), melakukan Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) ke sekolah swasta SMP Presiden Bekasi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menerima kedatangan tokoh masyarakat Papua, Natalius Pigai, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/3). Sekretaris Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, bagi PKS membicarakan tentang otonomi khusus (Otsus) Papua harus melibatkan berbagai stakeholder. 

"Harus didengarkan berbagai pendapat masyarakat Papua dan Papua Barat apa yang dikehendaki bersama," kata Ledia kepada Republika, Rabu (3/3).

Dalam rapat paripurna 10 Februari 2021 lalu, DPR telah menetapkan panitia khusus (pansus) otsus Papua. Ledia menyebut salah satu tugas pansus revisi UU Otsus Papua adalah mendengarkan dan merumuskan masukan-masukan tersebut. 

"Kita berharap masyarakat Papua mendapatkan kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka NKRI," ujarnya.

Dia memastikan, anggota pansus otsus Papua dari Fraksi PKS akan mendengarakan, menganalisa dan memfollow up masukan-masukan masyarakat Papua, termasuk dari Natalius Pigai.

Sebelumnya, Natalius Pigai menyambangi Fraksi PKS, Selasa (2/3). Dalam kesempatan itu Pigai menyampaikan aspirasi sejumlah masyarakat Papua yang menolak revisi otonomi khusus (otsus) Papua dan pemekaran wilayah di Papua.

Dia pun mengingatkan, pemerintah agar mau membuka ruang dialog dengan masyarakat Papua terkait tuntutan penolakan tersebut. "Jakarta harus bukan dialog dengan rakyat Papua dalam penolakan rakyat atas pemekaran provinsi. Sebaiknya pemerintah buka keran demokrasi melaui dialog," kata Pigai dalam keterangan tertulisnya kepada Republika. 

Pigai memandang, Undang-Undang Otonomi Khusus (otsus) Papua Nomor 21 tahun 2001 yang telah berlangsung selama 20 tahun dalam implementasinya belum efektif dan efisien. Karena itu Pigai meminta agar undang-undang otsus Papua tidak perlu direvisi.

"Kebijakan seperti itu sudah tidak relevan pada era modern di Papua," ungkapnya.