Rabu 03 Mar 2021 03:59 WIB
...

Aceh Loen, Peuehaba?

Aku semakin syok menyaksikan begitu banyak mayat bergelimpangan di pinggir jalan.

 Kedahsyatan tsunami yang membuat kapal pembangkit PLTD apung dengan bobot 2.600 ton dan panjang 63 meter terseret cukup jauh, kurang lebih sejauh lima kilometer dari tempat bersandar di pelabuhan Ulee Lheue ke tengah permukiman penduduk Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.
Foto: Istimewa.
Kedahsyatan tsunami yang membuat kapal pembangkit PLTD apung dengan bobot 2.600 ton dan panjang 63 meter terseret cukup jauh, kurang lebih sejauh lima kilometer dari tempat bersandar di pelabuhan Ulee Lheue ke tengah permukiman penduduk Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.

Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Republika

***

Kamis, 30 Desember 2004, pukul 08.00 WIB, aku mengajak sopir melihat situasi dan kondisi Kota Banda Aceh. Aku semakin syok tatkala menyaksikan begitu banyak mayat terbujur kaku bergelimpangan di pinggir jalan, di dalam mobil yang terbalik, mengambang di sungai, bahkan ada yang tersangkut di atas pohon serta di atas reruntuhan bangunan rumah dan ruko.

Situasi dan kondisi Kota Banda Aceh penuh dengan sampah bercampur lumpur dan bau busuk yang menyengat. Mobil dan motor berserakan terbalik. Kapal-kapal nelayan yang tersangkut di atap-atap bangunan gedung dan hotel yang runtuh.

Perasaanku bercampur aduk. Aku mencoba mengambil foto yang cukup memilukan tersebut. Memotret ratusan mayat berserakan di Pasar Aceh dan puluhan mayat yang mengambang tersangkut di bawah Jembatan Peunayong. Aku juga mengambil foto ratusan mayat yang ditutupi kain seadanya dijejerkan di halaman rumah sakit (RS) Kesdam Kuta Alam Banda Aceh.

"Korban begitu banyak, ruang kamar mayat penuh, dan tidak mampu menampung semua mayat," jelas seorang petugas kesehatan RS Kesdam.

Selanjutnya aku memotret kedahsyatan tsunami yang membuat kapal pembangkit PLTD apung dengan bobot 2.600 ton dan panjang 63 meter terseret cukup jauh, kurang lebih sejauh 5 Km dari tempat bersandar di pelabuhan Ulee Lheue ke tengah permukiman penduduk Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.

Tsunami menerjang hingga pusat kota mencapai 5,5 kilometer hingga Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Air bah itu menerjang dari berbagai sisi Pantai Ulee Lheu maupun dari Pantai Lampuuk.

photo
Foto-foto di dalam buku foto Aceh Loen Sayang. - (Istimewa.)

 

Aku juga membidikkan kamera ke arah dua masjid yang tak jauh dari pantai, yakni Masjid Baiturrahim di Ulee Lheu dan Masjid Rahmatullah di Lampuuk. Sebuah keajaiban, kedua masjid tersebut masih berdiri kokoh, padahal ratusan rumah di sekitar masjid lenyap, rata dengan tanah.

Setelah merasa cukup memotret setiap sudut kota, aku langsung meminta sopir keluar Kota Banda Aceh menuju Kota Sigli yang berjarak 73 kilometer untuk mengirim berita dan foto. Hal itu karena masih terputusnya jaringan komunikasi dan jaringan internet. Saat mencari warnet, aku bertemu rekan sesama wartawan Republika, Asep Nurzaman.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement