Selasa 02 Mar 2021 20:07 WIB

Hadapi Pendemo, Polisi Myanmar Gunakan Kekerasan

..

Rep: Lintar Satria/ Red: Mohamad Amin Madani

Personel militer mengamankan perimeter setelah protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus tentang krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah ketegangan yang meningkat di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Personel militer mengamankan perimeter setelah protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus tentang krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah ketegangan yang meningkat di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Demonstran lari dari gas air mata yang dilancarkan aparat keamanan saat melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus mengenai krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Demonstran lari dari gas air mata yang dilancarkan aparat keamanan saat melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus mengenai krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Demonstran lari dari gas air mata yang dilancarkan aparat keamanan saat melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus mengenai krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Demonstran lari dari gas air mata yang dilancarkan aparat keamanan saat melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus mengenai krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Para pengunjuk rasa berkumpul selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus tentang krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah meningkatnya ketegangan di negara antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

Para pengunjuk rasa berkumpul selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus tentang krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah pengamatan di negara antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan. (FOTO : EPA-EFE/LYNN BO BO)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Saksi mata mengatakan polisi Myanmar kembali melepaskan tembakan untuk membubarkan pengunjuk rasa. Sementara, menteri-menteri luar negeri Asia Tenggara (ASEAN) sedang menggelar pertemuan dengan pemerintah militer untuk mencegah kekerasan dan mencari jalan mengakhiri krisis.

Belum ada laporan korban luka atau jiwa di Yangon. Tapi aktivis demokrasi dan wartawan melaporkan beberapa orang terluka terluka saat polisi melepaskan tembakan peluru tajam untuk membubarkan pengunjuk rasa di Kota Kale.

Kudeta 1 Februari lalu menutup masa transisi Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun dikuasai militer. Pengambil alihan kekuasaan secara paksa itu dikecam Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya. Negara-negara ASEAN juga kian khawatir dengan perkembangan situasi di Myanmar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement