Selasa 02 Mar 2021 14:25 WIB

PBB Nilai Dicabutnya Perpres Miras Tepat, Ini Alasannya

PBB menegaskan peredaran miras membahayakan masyarakat

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
PBB menegaskan peredaran miras membahayakan masyarakat . Ilustrasi Miras.
Foto: Republika/Thoudy Badai
PBB menegaskan peredaran miras membahayakan masyarakat . Ilustrasi Miras.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  DPP Partai Bulan Bintang (PBB) menilai langkah Presiden Joko Widodo yang mencabut Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang industri miras dinilai tepat. 

Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Advokasi, (Polhukam) DPP PBB, Firmansyah, mengatakan dengan adanya Perpres tersebut, menurut dia, harus dipastikan penjual tidak mengedarkannya kepada anak di bawah umur, dan kegiatan konsumsi miras jangan sampai mengganggu ketertiban umum. Jika ketetapan yang sudah dibuat pemerintah dilanggar, maka harus diberikan sanksi tegas untuk efek jera.

Baca Juga

"Menurut saya ada sanksi-sanksi yang tegas, Perpresnya kan sudah ada. Tapi harus diberikan satu pemahaman bahwa selain pengawasan adalah mengenai penegakan hukum,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (2/3).

"Sekarang bisa tidak minimarket-minimarket itu diawasi? Kan tidak bisa. Misalnya, usia 15 tahun boleh nggak dia beli? Kalau nggak, lalu siapa yang mengawasi. Itu kan tidak mudah," ucapnya.

Dia menjelaskan, dalam Perpres tersebut sudah jelas pemerintah pusat membuka izin investasi miras untuk daerah tertentu saja. Pemerintah, lanjutnya, sama sekali tidak membolehkan membuka investasi miras di provinsi yang mayoritas Muslim.

Namun, kata dia, pemerintah daerah yang ditunjuk juga harus menata secara baik regulasi mulai dari pengadaan industrinya sampai ke pendistribusiannya atau penjualannya. Misal, kata Firmansyah, peredarannya di tempat-tempat khusus yang tidak terjangkau oleh anak-anak.

Karena itu, menurut dia, diperlukan pengaturan yang jelas dalam mengimplementasikan aturan mengenai investasi miras di empat daerah tersebut. "Nah itu implementasinya bagaimana? Apakah setiap bar, restoran, minimarket ada pengawasnya? Terus kalau melanggar diapain? Kan ada aturannya lagi," katanya.

"Sekarang pun banyak beredar minuman keras di tempat-tempat hiburan bagaimana tata cara pengawasannya?," imbuhnya.

Dia pun menegaskan PBB sangat melarang peredaran minuman keras dan pemakaiannya yang bisa merusak tatanan masyarakat. Sebab, sudah banyak kejadian tindak pidana maupun kejadian meresahkan masyarakat yang berawal dari miras. "PBB jelas menentang peredaran miras dan pemakaian miras," tegasnya.

Belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang insdustri tertutup.Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.

Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement