Senin 01 Mar 2021 09:49 WIB

Mathla'ul Anwar: Miras Merupakan Induk Kejahatan

Pemerintah jangan memperhitungkan aspek investasi semata dalam menerbitkan perpres.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ribuan minuman keras (Miras) berbagai jenis disiapkan saat akan dimusnahkan di Lapangan Pendopo Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (2/2/2021). Sebanyak 2.670 barang bukti miras berbagai jenis hasil kegiatan operasi rutin Polres Pamekasan dimusnahkan guna menekan angka penyakit masyarakat (Pekat) di daerah itu.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Ribuan minuman keras (Miras) berbagai jenis disiapkan saat akan dimusnahkan di Lapangan Pendopo Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (2/2/2021). Sebanyak 2.670 barang bukti miras berbagai jenis hasil kegiatan operasi rutin Polres Pamekasan dimusnahkan guna menekan angka penyakit masyarakat (Pekat) di daerah itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Mathla'ul Anwar (PBMA) KH Ahmad Sadeli Karim menegaskan, minuman keras menjadi pintu kejahatan dan kemaksiatan yang kerap menimbulkan ketidaktenteraman di masyarakat.

Karena itu, Kiai Sadeli menegaskan, Mathla’ul Anwar meminta pemerintah tidak hanya semata-mata memperhitungkan aspek investasi dalam menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021, tetapi juga keselamatan moral dan akhlak bangsa. PBMA mengharapkan pemerintah mengevaluasi pandangan bahwa dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan semata. Namun juga mempertimbangkan kemaslahatan rakyat dan norma agama.

"Miras merupakan induk kejahatan, pintu kemaksiatan yang selalu menimbulkan ketidaktenteraman dan mengganggu keharmonian sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa khamr adalah induk dari segala kejahatan, barang siapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila ia mati, sementara ada khamr di perutnya, maka matinya jahiliyah (HR ath-Tabrani)," ujar Kiai Sadeli, Ahad (28/2).

Kiai Sadeli menerangkan, tidak ada satu pun agama yang melegakan miras. Semua kitab suci mengharamkan miras. Alquran surah al-Baqarah: 219, Injil dalam Efesus 5:18, ajaran Hindu dalam Bhagavata Purana (I. 17. 38-39), ajaran Buddha ke-5, Sura Meraya Masjja Pamada Tikana Veramani dan Yahudi dalam Imamat 9:8-9.

Ia mengatakan, prinsip Islam dalam ekonomi Islam al-Jam’u bayna al-tsabat wa al-murunah atau fleksibel. Di mana Islam membolehkan manusia untuk beraktivitas ekonomi sebebas-bebasnya selama tidak bertentangan dengan larangan yang sudah ditetapkan, yang sebagian besar berakibat pada kerugian orang lain.

Baca juga : Perpres Miras, Legislator: Pemerintah Pentingkan Investasi

 

Prinsip al-Tawazun bayna al-maslahah al-fard wa al-jama’ah yaitu keseimbangan antara kemaslahatan individu dan masyarakat. Di mana segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Islam bertujuan untuk membangun harmonisasi kehidupan. Sehingga, kesejahteraan masyarakat bisa tercapai yang berawal dari ketercapaian kesejahteraan masing-masing individu dalam suatu golongan masyarakat.

"Prinsip al-Tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah atau keseimbangan antara materi dan spiritual. Di mana prinsip ekonomi dalam rangka memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan bukan untuk berlebih-lebihan dan utamanya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT," kata Kiai Sadeli dalam pernyataan sikap PBMA No: 391/PS/PBMA/II/2021.

Kiai Sadeli mendorong DPR RI untuk segera membahas dan menggulirkan serta menetapkan Undang-Undang (UU) Minuman Beralkohol (Miras) serta aspek industri usahanya. "Menganulir kebijakan peredaran miras hingga tingkat eceran atau UMKM karena sangat berbahaya bagi generasi muda mendatang serta masa depan anak cucu di masa yang akan datang," ujarnya.

Belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang industri tertutup.  Kebijakan itu tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.

Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat. 

Baca juga : 10 Amalan yang Pahalanya Dibangunkan Rumah di Surga

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement