Senin 01 Mar 2021 06:43 WIB

OJK Perpanjang Relaksasi BPRS dan BPR Hingga Maret 2022

BPR/BPRS menghitung dampak penerapan relaksasi terhadap likuiditas secara periodik.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
BPRS, ilustrasi
BPRS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang relaksasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat syariah (BPRS) sebagai dampak pandemi Covid-19. Kebijakan ini tertuang dalam POJK Nomor 2/POJK.03/2021 yang mulai berlaku 18 Februari 2021 sebagai perubahan dari kebijakan sebelumnya, POJK Nomor 34/POJK.03/2020 yang semula berakhir pada Maret 2021.

"Penerapan kebijakan bagi BPR dan BPRS dalam Peraturan OJK berlaku sampai dengan 31 Maret 2022," tulis beleid yang ditandatangan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dikutip Senin (1/3).

Baca Juga

Adapun pokok-pokok kebijakan yang diatur terdiri dari beberapa poin. Poin pertama, penyisihan penghapusan aset produktif (PPAP) umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar dapat dibentuk sebesar nol persen atau kurang dari 0,5 persen dari aset produktif.

Persentase nilai agunan yang diambil alih (AYDA) sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan KPMM BPR/BPRS menggunakan perhitungan persentase dari nilai AYDA posisi Maret 2020. Penyediaan dana pendidikan dan pelatihan SDM 2021 dapat disediakan sebesar kurang dari lima persen dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya.

Penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antar bank pada BPR/BPRS lain untuk penanggulangan permasalahan likuiditas dikecualikan dari ketentuan BMPK atau BMPD. "Penempatan dana antar bank tersebut dapat dilakukan kepada seluruh BPR pihak terkait dan tidak terkait paling banyak 30 persen dari modal BPR/BP/RS," tulis beleid.

Jika menerapkan kebijakan yang terdiri dari empat poin di atas, BPRS harus melakukan penyesuaian pedoman atas seluruh kebijakan dan mendokumentasi maupun mengadministrasi memadai atas seluruh kebijakan. BPR/BPRS pun harus melakukan simulasi perhitungan dampak penerapan kebijakan dari sisi kecukupan modal perseroan maupun likuiditas secara periodik.

Sementara itu, OJK dapat menentukan periode simulasi perhitungan dampak yang lebih cepat untuk BPR/BPRS. OJK akan meminta hasil simulasi perhitungan.

Adapun jika BPR/BPRS mau membagikan dividen atau tantiem, perseroan harus memastikan pembagiannya tidak berdampak pada kecukupan modal sesuai POJK KPMM. "OJK dapat memberikan sanksi kepada BPR/BPRS yang tidak memenuhi ketentuan terkait pembagian dividen dan tantiem," sebut beleid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement