Senin 01 Mar 2021 05:25 WIB

Kain Kafan Hendaknya Berasal dari Harta yang Wafat

Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan utangnya.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Kain Kafan Hendaknya Berasal dari Harta yang Wafat
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kain Kafan Hendaknya Berasal dari Harta yang Wafat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengafani jenazah hukumnya wajib. Dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si mayit.

Dikutip dari buku Shalat Jenazah karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin, Berdasarkan sabda Rasulullah SAW mengenai seorang yang wafat dalam keadaan mengenakan kain ihram: 

Baca Juga

كَفِّنُوهُ فِي شَوْبَيْهِ

"Kafanilah ia dengan kainnya."

Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan utangnya, menunaikan wasiatnya, dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta untuk membeli kain kafan, maka yang berkewajiban membelikannya adalah orang yang bertanggungjawab menafkahinya, yaitu bapak atau kakeknya serta anak-anak atau cucu-cucunya. 

Jika ternyata mereka juga tidak mampu (atau tidak ada), maka dibelikan dengan harta yang ada di baitul mal. Jika ternyata baitul mal sedang kosong, maka yang berkewajiban membelikannya adalah kaum muslimin yang berkompeten terhadap masalahnya. 

Hendaklah kain kafan tersebut dapat menutupi seluruh anggota badan. Dianjurkan agar mengafani dengan tiga helai kain kafan yang berwarna putih bagi jenazah laki-laki. Sebab Rasulullah SAW dikafani dengan tiga helai kain yang berwarna putih (Muttafaqun alaihi). Lalu kafan tersebut dibubuhi wewangian, kemudian membalut jenazah dengan tiga lapis kain tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement