Ahad 28 Feb 2021 19:54 WIB

Solusi Kreatif dari 9 Remaja Pembaharu Ashoka

Kegiatan ini menaruh perhatian pada isu marginal seperti kekerasan,perdagangan anak

Pandemi tampaknya bukan menjadi penghalang bagi upaya mencari 9 anak muda dengan rentang usia 12-20 tahun terpilih menjadi Ashoka Young Changemakers 2021. Mereka berasal dari Jambi, Baturaden, Sumba, Jember, Pelaihari, Bali, Jakarta, Bandung dan Deli Serdang
Foto: istimewa
Pandemi tampaknya bukan menjadi penghalang bagi upaya mencari 9 anak muda dengan rentang usia 12-20 tahun terpilih menjadi Ashoka Young Changemakers 2021. Mereka berasal dari Jambi, Baturaden, Sumba, Jember, Pelaihari, Bali, Jakarta, Bandung dan Deli Serdang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pandemi tampaknya bukan menjadi penghalang bagi upaya mencari 9 anak muda dengan rentang usia 12-20 tahun terpilih menjadi Ashoka Young Changemakers 2021. Mereka berasal dari Jambi, Baturaden, Sumba, Jember, Pelaihari, Bali, Jakarta, Bandung dan Deli Serdang telah membangun inisiatif kreatif yang telah menghasilkan dampak, baik di komunitas mereka maupun dampak berskala nasional.

Seperti upaya memutus mata rantai eksploitasi anak, menghubungkan generasi muda dengan karir, meningkatkan kesejahteraan petani, membangun budaya hidup berkelanjutan, dan berbagai isu sosial lainnya. Irfan Amalee, salah satu panelis yang juga seorang wirausahawan sosial pendiri Peace Generation mengapresiasi keberagaman pada Ashoka Young Changemaker 2021, "Diverse dari segi isu maupun strategis,"katanya.

Sementara Mustafa, Program Manager Asia Foundation dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/2) yang juga menjadi panelis Ashoka Young Changemaker berkomentar anak sekarang mungkin fokusnya itu ekonomi, robotic. Tetapi Ashoka Young Changemaker justru menaruh perhatian kepada isu-isu yang amat marjinal seperti kekerasan, perdagangan anak. "Itu bagi saya amat luar biasa. Selamat untuk Ashoka telah menemukan anak-anak ini," katanya.

Salah satu contoh adalah Faye Simanjuntak yang mendirikan dan memimpin Rumah Faye demi memutus mata rantai perdagangan anak dan eksploitasi seksual melalui sistem edukasi peer to peer, penyelamatan, dan rehabilitasi. Faye merasa gelisah karena sepertiga kasus perdagangan manusia melibatkan anak-anak, tetapi karena tabu, justru anak-anak tidak dilibatkan dalam pembicaraan mengenai eksploitasi seksual dan pencegahannya. Bersama Rumah Faye, program pencegahan, penyelamatan, dan rehabilitasinya telah menyelamatkan dan rehabilitasi lebih dari 90 anak. 

Hampir sama seperti Faye tetapi dengan skala berbeda, Itrin Diana Mozez (15) dari Sumba juga mendisrupsi budaya kekerasan di lingkungannya dengan membangun tempat aman di mana  teman sebayanya dapat mengembangkan hal-hal positif dan berkontribusi bagi kebutuhan masyarakatnya. Komunitas Pitagoras yang Itrin bangun berfokus pada toleransi, pendidikan, dan lingkungan hidup.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement