Jumat 26 Feb 2021 22:55 WIB

Pansus DPRD Sumbar Minta BPK Audit Lanjutan Anggaran Covid

Ketua Pansus DPRD Sumbar menyebut ada kecurigaan dari penggunaan anggaran Covid

Rep: Febrian Fachri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kantor DPRD Sumatera Barat, di Padang.Ketua Panitia Khusus (Pansus) kepatuhan penanganan covid-19 DPRD Sumbar, Mesra mengatakan hasil rapat Pansus hari ini, Jumat (26/2) di antaranya meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) supaya dapat melakukan audit lanjutan terhadap anggaran covid di Sumbar.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Kantor DPRD Sumatera Barat, di Padang.Ketua Panitia Khusus (Pansus) kepatuhan penanganan covid-19 DPRD Sumbar, Mesra mengatakan hasil rapat Pansus hari ini, Jumat (26/2) di antaranya meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) supaya dapat melakukan audit lanjutan terhadap anggaran covid di Sumbar.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) kepatuhan penanganan covid-19 DPRD Sumbar, Mesra mengatakan hasil rapat Pansus hari ini, Jumat (26/2) di antaranya meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) supaya dapat melakukan audit lanjutan terhadap anggaran covid di Sumbar. Menurut dia masih ada kecurigaan dari penggunaan anggaran covid sebesar Rp 49,2 miliar.

"Pansus merekomendasikan kepada DPRD Provinsi Sumatera Barat supaya meminta BPK RI untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap paket pekerjaan yang belum sempat diperiksa oleh BPK RI Perwakilan Sumatera Barat," kata Mesra di Gedung DPRD Sumbar.

Mesra menjelaskan BPK juga telah menemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atau LHP bahwa ada temuan terjadinya pemahalan harga pada pengadaan barang, sehingga mengakibatkan kerugian daerah hampir Rp 4,9 miliar. Hal itu terjadi pada pengadaan Hand Sanitizer sebesar Rp 4,847 miliar ditambah kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan seperti masker, thermogun dan hand sanitizer senilai Rp 63 juta.

BPK sudah meminta Pemprov Sumbar supaya dapat mengembalikan kerugian negara dari pemahalan harga tersebut. Selain itu, kini mereka juga menemukan kecurigaan penggunaan Rp 49 miliar lagi.

"Transaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa menurut BPK-RI tidak sesuai ketentuan. Bendahara dan Kalaksa BPBD melakukan pembayaran tunai kepada penyedia jasa, sehingga ini melanggar ketentuan. Akibat transaksi tunai yang itu, terindikasi potensi pembayaran sebesar Rp 49,2 Miliar lebih tidak bisa diindentifikasi," ujar Mesra.

Pansus sendiri mengakhiri tugasnya hari ini dan akan membacakan rekomendasi hasil kerjanya kepada DPRD secara kelembagaan, melalui Rapat Paripurna, Jumat (26/2) malam ini. Selain merekomendasikan audit lanjutan ke BPK, Pansus juga berpeluang merekomendasikan persoalan ini dibawa ke ranah hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement