Jumat 26 Feb 2021 14:42 WIB

Kasus Bripka CS, Saatnya Perkuat Bintal Anggota Polri

Banyak orang yang fisiknya sehat namun hatinya mati

Logo Polri
Foto: istimewa
Logo Polri

Oleh Andrian Saputra (Alumni Prodi Bimbingan Penyuluhan Islam, FIDKOM, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Jurnalis Republika)

REPUBLIKA.CO.ID,Lagi-lagi institusi Polri tercoreng dengan perilaku anggotanya. Masih segar diingatan, kasus yang menjerat Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi dan belasan anggotanya beberapa waktu lalu. Ia yang kala itu menjabat Kapolsek Bandung ditangkap Propam Polda Jabar karena penyalahgunaan narkoba. Ironi, padahal sebelumnya Kompol Dewi dikenal sebagai srikandi Polri pemberantas narkoba. Sebelum menjabat kapolsek, ia pernah memimpin Satresnarkoba Polres Bogor Kota dan anggota Ditresnarkoba Polda Jabar. 

Hanya berselang sekitar sepekan, pada Kamis (25/2) anggota Polsek Kalideres, Bripka CS menembak tiga orang hingga tewas di sebuah kafe di Cengkareng. Bripka CS yang merupakan anggota Satreskrim malah berbuat onar di kafe itu. Kejadian penembakan itu bermula setelah Bripka CS menenggak minuman beralkohol di kafe itu pada dini hari. Ia pun terlibat cekcok dengan karyawan kafe yang menagih uang pembayaran. Dalam kondisi mabuk, Bripka CS mengeluarkan senjata api yang dibawanya dan menembak orang-orang di kafe. Tiga orang meninggal akibat tembakan yang dilepaskan Bripka CS. Termasuk satu korban di antara yang meninggal adalah prajurit TNI. 

Dua kasus ini hanya segelintir dari deretan kasus kejahatan yang belakangan ini menjerat para anggota Polri. Kita ingat, beberapa pejabat Polri tahun lalu juga terlibat dalam kasus suap Djoko Candra. Atau dua anggota polisi yang kemudian mengaku menyiramkan air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan. Dan masih banyak lagi kasus lainnya termasuk kasus anggota polsek Tebet, Aiptu Slamet Teguh Priyanto yang menembak istri, anak dan dirinya sendiri hingga tewas pada penghujung Desember tahun lalu. Ada apa dengan para polisi kita?

Dalam pandangan kesehatan mental, penyalahgunaan narkoba, membunuh, bunuh diri, korupsi, atau perbuatan kriminal lainnya merupakan dampak perilaku, yang mencerminkan sebab adanya gangguan mental atau psikis pada seseorang, yang bahkan boleh jadi merupakan akumulasi dari banyak problem yang tidak terselesaikan. Semisal orang korupsi sebab terbiasa berbohong, tamak jabatan, rakus harta, boros, dan sebagainya. Orang membunuh sebab terbiasa marah meluap-luap, suka memukul atau menyakiti orang lain, selalu ingin dianggap paling hebat, berkuasa, atau paling kuat. Orang bunuh diri bisa sebab terus memupuk rasa putus asa hingga kehilangan pegangan hidup. Inilah yang masuk dalam deretan penyakit mental. 

Baca juga : Kapolda Metro Jaya Minta Maaf Atas Penembakan di Cengkareng

Maka dalam konsep kesehatan mental Islam, pengertian orang yang mengalami gangguan atau penyakit jiwa lebih luas dari pada sekedar mengartikan sebagai orang gila, skizofrenia. Dalam konsep kesehatan mental dalam Islam orang yang hatinya mati, mengumbar nafsu keduniawian, berperilaku dzalim, singkatnya tak melaksanakan perintah Allah, dan melanggar segala larangan-Nya adalah justru yang disebut orang-orang yang memiliki gangguan pada kejiwaannya. 

Hingga pantas, banyak orang yang fisiknya sehat namun hatinya mati, penuh penyakit jiwa atau penyakit hati, tidak bisa menemukan kebaikan hingga pada ujungnya perilakunya pun menyimpang atau abnormal. Pada sisi lain, orang-orang tersebut tidak tersirami ruhaninya dengan ajaran-ajaran agama. Yang pada akhirnya semakin terpuruk dalam perbuatan-perbuatan menyimpang. 

Sementara masalah selalu datang, baik sebab profesi, masalah di keluarga, maupun lingkungan sosial. Tetapi tidak dapat terselesaikan dan lebih parah bila memilih lari dari masalah, sehingga menumpuk. Ibarat gunung es, suatu waktu masalah-masalah itu dapat meledak dan menggoncang kejiwaan seseorang. 

Sebab itu, agar Polri diisi orang-orang yang sehat mentalnya maka bukan saja harus memperketat proses seleksi masuk anggota, mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan sanksi untuk mencegah pelanggaran, tetapi ada yang tak kalah penting bahkan sangat penting untuk membentengi anggota Polri agar terhindar dari gangguan mental yang berujung pada perilaku anggota yang menyimpang, yakni memperkuat bimbingan mental spiritual bagi anggota Polri. 

Selain  pembimbing mental yang harus mempunyai kompetensi dan baik secara personal, proses bintal pun harus berlangsung konsisten, terjadwal dan berlangsung dari hulu ke hilir atau dari mabes hingga polsek. Seluruh Polri dari pucuk hingga bawah perlu terus istiqamah mengikuti penyuluhan dan bintal spiritual. Jadi tidak hanya sekali, atau formalitas ketika ada pimpinan.

Baca juga : Kodam Jaya-Polda Metro Gelar Patroli Bersama Malam Hari

Khususnya bagi anggota Polri yang bertugas di lapangan, yang mendapat izin memegang senjata api dan amunisinya, yang bertugas merazia menyita narkoba, minuman keras dan sebagainya. Mereka pun perlu terus mendapatkan kucuran wejangan dari para rohaniawan, sehingga kokoh jiwanya dan tak mudah goyah saat bertugas. Perbanyak kegiatan keagamaan yang melibatkan anggota-anggota institusi Polri, sehingga menyirami jiwa-jiwa yang kering dengan nilai-nilai agama. 

Memang membutuhkan banyak profesional untuk membantu anggota Polri agar terhindar mental disorder. Selain dari internal Polri yakni divisi Bimbingan mental (Bintal), para psikolog, maka Polri dapat juga dengan menggandeng ormas-ormas keagamaan, perguruan tinggi dengan dosen dan mahasiswanya yang mempunyai kompetensi di bidangnya, hingga alumni-alumni pesantren untuk memberikan pemahaman-pemahaman keagamaan yang dapat membentengi anggota Polri dari penyimpangan perilaku. 

Jika berkaca pada masa lalu, Rasulullah pun punya pasukan keamanan yang bertugas menjaga stabilitas, kondusifitas keamanan kota. Pasukan-pasukan keamanan Rasulullah itu sedikit pun tak menyalahgunakan kewenangannya, sebab jiwa mereka saban hari tersirami oleh sabda-sabda Rasulullah. Meski mereka memegang panah dan pedang, tapi tak digunakan semena-mena apalagi menyakiti orang. Meski bertugas menjaga baitul mall, tak sekeping pun harta yang diambil kecuali haknya. 

Begitulah harapan rakyat Indonesia pada setiap anggota Polri. Berharap aman, nyaman, tenang, bila ada Polri. Bukannya ketakutan dan curiga. Sehingga tak adalagi tentang pungli oknum anggota polri di jalanan, aksi koboi oknum polisi tembak warga, dan sebagainya. Semoga Polri semakin baik kedepannya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement