Jumat 26 Feb 2021 14:17 WIB
Kajian Imam Besar Islamic Center New York Ustaz Shamsi Ali

Orang Munafik: Mudah Bersumpah Hanya dalam Lisan Semata

Mereka bahkan justru berusaha merusak ajaran agama dengan kepandaiannya berbicara

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Imam Masjid New York, Shamsi Ali
Foto: Republika TV
Imam Masjid New York, Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID, Surah al-Munafiqun adalah salah satu surah madaniyah dalam Alquran. Sebagaimana namanya, surah ke-63 yang terdiri atas 11 ayat ini kerap membahas tentang orang-orang munafik. Sebagaimana pada ayat pembuka dalam surat ini yang menjelaskan tentang ciri orang-orang munafik adalah pendusta. Orang-orang munafiqun menyatakan kesaksiannya atas kerasulan Nabi Muhammad SAW, tetapi mereka berdusta. 

Pendakwah yang juga Imam Besar Islamic Center New York, Amerika Serikat (AS), Ustaz Shamsi Ali menjelaskan, orang-orang munafik mudah untuk bersumpah tetapi hanya dalam lisan semata. Hati orang-orang munafik tidak sejalan dengan sumpah yang diucapkan lisannya. Mereka bahkan justru berusaha merusak ajaran agama dengan kepandaiannya berbicara. 

Pada akhir surah al-Munafiqun ada tiga ayat yang dapat menjadi bahan renungan sebagai Muslim yang beriman agar tidak merugi dan selamat hidup di dunia dan akhirat serta terhindar dari sifat orang-orang munafik. Pada ayat kesembilan dalam surat ini, Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar menjaga diri dari dua hal yang dapat melalaikan seseorang dari mengingat Allah. 

"Setelah Allah bercerita banyak tentang kemunafikan, kemudian Allah membalik panggilan itu, panggilan kepada orang-orang yang beriman. Mengapa yang dipanggil orang beriman? Untuk mengingatkan kepada kita bahwa iman itu kontra dengan nifaq," kata Ustaz Shamsi Ali dalam kajian daringnya beberapa hari lalu. 

Ustaz Shamsi menjelaskan, adanya kalimat seruan terhadap orang-orang yang beriman dalam ayat kesembilan pada surah al-Munafiqun juga menunjukkan terdapat hal yang sangat penting pada bagian kalimat selanjutnya. Ustaz Shamsi menjelaskan, dalam ayat ini, Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar jangan sampai harta benda dan anak keturunan membuat lalai atau lupa dari mengingat Allah. Ustaz Shamsi menjelaskan, kata lahwun berarti sesuatu yang melupakan. Begitu juga dunia yang juga memiliki nama lain dengan sebutan lahwun. Maka tak mengherankan jika dunia kerap melupakan manusia dari pencipta-Nya.

Ustaz Shamsi mengatakan, karena hanyut dalam kesenangan dunia, manusia lupa akan fitrahnya. Padahal, jauh sebelum dilahirkan ke alam dunia, manusia sudah menyatakan kesaksian kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sendiri berasal dari kata nasia yansa yang juga berarti melupakan, yakni makhluk yang punya tabiat cepat lupa. Pada saat yang sama, dunia membawa manusia yang lemah lupa pada kefitrahannya. 

"Orang-orang berjuang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan tidak pernah ada ujungnya. Jangan pernah merasa orang terkaya merasa sudah cukup, ternyata belum. Itulah dunia, seperti magnet punya daya tarik yang sangat kuat. Maka Alquran mengatakan jangan harta benda kamu menjadikan kamu itu lupa mengingat Allah," kata Ustaz Shamsi.

Allah juga menyeru kepada orang yang beriman agar jangan sampai anak keturunan melalaikan diri dari mengingat Allah. Menurut Ustaz Shamsi, anak kerap dijadikan alasan bagi seseorang sehingga lupa terhadap kewajibannya sebagai hamba Allah. Allah mengingatkan orang-orang beriman agar jangan sampai lupa berzikir. Menurut Ustaz Shamsi Ali, orang-orang yang kehilangan zikrullah maka kehidupannya akan rusak.  

Dia menjelaskan, berzikir bukan sekedar melafazkan kalimat-kalimat tayibbah yang memuji dan mengagungkan Allah. Yang tak kalah penting, menurut Ustaz Shamsi adalah menemukan esensi zikir dalam hati yang kemudian berpengaruh terhadap amal perbuatan. Orang-orang yang tak menghiasi hari-harinya dengan zikir maka kehidupannya menjadi semrawut dan merugi. Selain itu, orang yang tak pernah berzikir juga hatinya akan menjadi mati dan tidak mendapatkan ketenangan. Kondisi seperti itu, menurut dia, tengah terjadi di negara-negara barat. Meski mengalami kemajuan hebat dalam berbagai hal, masyarakatnya mengalami batin yang mati dan kehampaan dalam hidup.   

Pada ayat ke-10 surah al-Munafiqun Allah menyeru agar menginfakkan sebagian harta benda sebelum datangnya kematian. Ustaz Shamsi menjelaskan, kesanggupan seseorang berinfak karena Allah merupakan bukti tak adanya sifat kemunafikan dalam diri. Berinfak adalah satu amal terbaik yang dapat dipersiapkan oleh orang beriman untuk menghadapi kematian dan alam akhirat. 

"Salah satu yang bisa kita jadikan pembuktian apakah kita tidak mempunyai kemunafikan dalam diri kita adalah dengan berinfak. Buktikan bahwa kita tidak punya munafik hati," kata Ustaz Shamsi. 

Ayat tersebut juga menjadi renungan tentang kematian yang pasti dialami oleh setiap manusia. Ustaz Shamsi menjelaskan, banyak orang-orang yang mengetahui setiap manusia pasti mengalami mati. Namun demikian, mereka cenderung lalai dan tak sadar sehingga tidak mempersiapkan amal sebagai bekal di akhirat. Hingga kemudian mereka terbawa hanyut dalam kesenangan dunia dan melupakan akhirat akan mengalami penyesalan ketika maut akan menjemputnya. Dalam lanjutan ayat ke-10 itu dijelaskan bahwa manusia meminta waktu kepada Allah dari ajal yang akan menjemputnya agar ia dapat bersedekah dan menjadi orang saleh. 

Menurut Ustaz Shamsi Ali, kematian merupakan situasi transisi. Seseorang akan merasa sedih karena akan meninggalkan kehidupan dunianya, termasuk keluarganya. Pada sisi lain, merasakan penyesalan karena ditampakkan kehidupan akhirat sementara tidak ada amal yang dibawanya.  Meski memohon agar ditangguhkan dari kematian untuk menjadi orang saleh, tetapi Allah menolaknya. Pada ayat ke-11 di surah al-Munafiqun, Allah dengan tegas mengatakan tidak akan menangguhkan kematian seseorang yang telah datang waktu kematiannya. Allah maha mengetahui apa saja yang dikerjakan makhluk-Nya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement