Kamis 25 Feb 2021 05:55 WIB

Indonesia Dinilai Butuh Lebih Banyak Ulama Perempuan

Ulama perempuan dibutuhkan untuk mengkaji hal yang sifatnya tertutup bagi perempuan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Diskusi dakwah di masjid (ilustrasi)
Foto: Republika TV
Diskusi dakwah di masjid (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia membutuhkan lebih banyak ulama perempuan yang keilmuannya mumpuni. Ulama perempuan dibutuhkan untuk menggali atau mengkaji hal-hal yang sifatnya tertutup bagi perempuan.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini mengatakan ulama perempuan akan memberikan perspektif dan mengkaji dari kaca mata atau sisi perempuan.

"Sebagai contoh, kalau tidak ada ulama perempuan, saya khawatir ada hal-hal yang sifatnya sangat tertutup bagi kaum perempuan tapi tidak digali (dikaji)," kata Diyah kepada Republika, Rabu (24/2).

Ia mengatakan, dengan adanya ulama perempuan, paling tidak mereka bisa mengkaji hal-hal dari sisi perspektif perempuan itu sendiri. Ulama perempuan bisa memperdalam kajian dan ilmunya.

Untuk itu, Diyah menyambut baik rencana Masjid Istiqlal yang akan mengkader dan melahirkan ulama-ulama perempuan pengkaji Alquran dan hadist. Sebab ulama perempuan di Indonesia ini masih kurang banyak.

"Kalau saya pribadi, saya menyambut baik, kita di Indonesia ini memang sedikit sekali ulama perempuan," ujarnya.

Diyah juga menyampaikan, menjadi ulama memang harus menguasai dasar-dasar ilmu tertentu. Ilmu-ilmu itu sebagian ada di program studi yang ada di Universitas Islam Negeri (UIN). Misalnya program studi ilmu hadist, tafsir, perbandingan agama, dakwah dan lain sebagainya di UIN tidak banyak diminati perempuan.

Ia mengatakan, peran ulama perempuan untuk bisa menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan di masa kini sangat penting sekali. Nasyiatul Aisyiyah juga menggarap isu-isu yang kontemporer atau kekinian.

"Isu kekinian ini akan lebih enak bila didiskusikan dengan sesama perempuan dan kami meminta fatwa dari ulama perempuan," ujarnya.

Ia menjelaskan, yang termasuk kategori ulama perempuan yang tergabung di Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah jumlahnya masih sedikit. Di Majelis Tarjih dan Tajdid, mereka memutuskan hukum-hukum keagamaan. Sehingga kebutuhan untuk calon ulama perempuan ini menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dikesampingkan.

Diyah juga memberikan masukan kepada pemerintah atau berbagai pihak berwenang yang membuat kebijakan atau menyusun kurikulum tentang pengkaderan ulama perempuan. Ia mengingatkan, perhatikan Indonesia ini beragama. Agamanya beragam, aliran-aliran dan mazhab-mazhab agamanya juga beragam.

"Dalam Islam juga di Indonesia beragam, ada Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Dewan Dakwah (DDII dan lain-lain), saya berharap pemerintah bisa duduk bersama, kalau yang selama ini saya kritisi kebijakan top-down, sementara kami ormas tidak diajak bicara terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya agak prinsip dan sensitif terkait agama," jelasnya.

Ia menegaskan, pemerintah jangan lupa Indonesia ini terbentuk dan terwujud karena ormas keagamaan yang sudah ada sejak zaman pra kemerdekaan. Sehingga ormas harus diperhatikan dan diajak bicara serta diajak menentukan langkah-langkah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement