Selasa 23 Feb 2021 14:15 WIB

Arti Kudeta Myanmar Bagi Muslim Rohingya

Para pengungsi khawatir merasakan penganiayaan lebih lanjut.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Arti Kudeta Myanmar Bagi Muslim Rohingya. Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Arti Kudeta Myanmar Bagi Muslim Rohingya. Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Kekhawatiran meningkat atas nasib Muslim Rohingya setelah kudeta militer Myanmar. Para pengungsi khawatir dikembalikan ke Myanmar dan merasakan penganiayaan lebih lanjut.

"Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, membersihkan desa Rohingya adalah urusan yang belum selesai dari Perang Dunia Kedua. Jadi, kami khawatir jika kami kembali ke Myanmar akhirnya dia akan menyelesaikan masalah ini," kata seorang pengungsi Rohingya dan salah satu pendiri dari Koalisi Bebas Rohingya, Ro Nay San Lwin, dilansir dari The New Arab, Senin (22/2).

Baca Juga

"Kami sudah tahu bagaimana kami akan menderita jika kami kembali. Kami sudah tinggal di penjara terbuka. Kami tidak diakui sebagai warga negara. Kami tidak dapat bepergian. Kami tidak dapat bekerja untuk mata pencaharian kami. Kami memiliki akses terbatas ke perawatan kesehatan. Mereka ingin kami kembali sehingga kami dapat bekerja di pabrik yang dibangun oleh China dan investor lain, itu akan seperti Auschwitz," ujarnya.

Ro Nay San Lwin adalah salah satu dari banyak anggota Rohingya. Rohingya adalah kelompok minoritas Muslim yang telah dianiaya di bawah pemerintahan militer yang brutal di Myanmar sejak tentara mengambil alih kekuasaan pada 1962. Sekjen PBB Antonio Guterres bahkan menggambarkan etnis itu sebagai salah satu dari orang yang paling terdiskriminasi di dunia.

Myanmar memiliki sekitar 140 kelompok etnis yang tinggal di dalam perbatasannya, hasil dari pemerintahan Inggris yang baru berakhir pada 1948 dan masih memiliki konsekuensi hingga hari ini. "Salah satu hal yang dapat dicapai oleh pemerintah demokratis adalah membuka negosiasi damai dengan mayoritas kelompok itu. Kudeta mungkin memicu kebangkitan kembali konflik ini karena pembicaraan damai masih belum selesai," ujarnya.

Amnesty International melaporkan, militer memerkosa dan melecehkan wanita dan gadis Rohingya. Médecins Sans Frontières melaporkan, sekitar 6.700 orang dewasa dan setidaknya 730 anak-anak terbunuh selama periode ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement